Tampilkan postingan dengan label Itu. Tampilkan semua postingan

SKM itu Petarung (?)




Entitas SKM dalam sistem terbuka Roy Bhaskar (1976)


Beberapa malam yang lalu, layar telepon seluler (ponsel) pintarku tidak berhenti terkedip-kedip. Setelah memeriksanya, ternyata ada tumpukan pemberitahuan dari salah satu program aplikasi obrolan. Dan, itu berasal dari obrolan grup alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) yang menjadi tempatku dulu mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Rasa penasaranku pun muncul. Meskipun secara tehnis saya telah tergabung pada kurang lebih tujuh grup obrolan di program aplikasi yang sama, riuh pemberitahuan ini akhirnya menjadi begitu menarik.

Salah satu sebab; dibandingkan enam grup lainnya, grup yang satu ini biasanya lebih sepi. Paling jauh, kami riuh hanya pada beberapa momentum saja. Misalnya; perayaan capaian-capaian keberhasilan. Mulai dari keberhasilan individu dari kami (baca: alumni) hingga keberhasilan kelembagaan (Universitas dan atau Fakultas). Memang benar bahwa keberhasilan itu patut dirayakan, tapi tidak bisa dipungkiri ada juga di antara kami yang merasa bosan akhirnya.

Kembali pada  sebab utama menjadi riuh. Setelah mengusap layar ponsel pintar dan memeriksanya, ternyata kami (anggota grup) saling berkomentar perihal eksistensi seorang SKM. Berangkat dari pertanyaan salah seorang alumni; apakah Kesehatan Masyarakat adalah sebuah (dan atau layak menjadi) profesi atau bukan ?

Terlepas dari berbagai tanggapan yang muncul, untuk saya pribadi, pertanyaan ini sudah lama mengganggu pikiran. Tepatnya sejak 2004, saat bergabung dengan berbagai program kemasyarakat yang spesifik mencoba ambil bagian untuk mengatasi segala permasalahan kesehatan masyarakat di republik kita. Ini juga salah satunya yang melatari keberadaan blog ini sebagai sarana menyalurkan pikiran-pikiran yang berhubungan dengan seputar masalah Kesehatan Masyarakat.

Tapi, baiklah. Saya kira, persoalan eksistensi SKM selalu menarik untuk dibahas. Setidaknya ini bisa kita tujukan pada adik-adik imut calon mahasiswa atau yang telah menjadi mahasiswa FKM dimanapun itu.

Jadi begini, sebelum menjawab pertanyaan; apakah Kesehatan Masyarakat—atau SKM-- itu sebuah profesi atau bukan? Ada bagusnya kita urai SKM itu memakai Atomisme Metodeologis terlebih dahulu. Atau sederhananya, kita memulai dengan pertanyaan; apakah SKM itu? Dan apa saja unsur penyusun seorang SKM?

Setelah kedua pertanyaan ini terjawab, baru kita bisa lanjut pada pokok bahasan awal.

SKM adalah ?

Jika bertanya pada adik-adik imut calon mahasiswa atau mahasiswa FKM dan bahkan para alumni yang tergabung dalam organisasi kesehatan masyarakat; apa itu SKM? bisa dipastikan akan muncul jawaban yang merujuk pada setumpuk aturan pemerintah, diktat, karya ilmiah, bahkan buku-buku yang berkenaan dengan ilmu kesehatan masyarakat itu sendiri. Tidak berbeda juga dengan saya, awalnya. Ini tentu saja tidak keliru. Soalnya sekarang adalah; apakah SKM hanya sebatas dari sumber-sumber tadi?

Tentu saja tidak.

Berangkat dari kondisi inilah dan dengan segala keterbatasan yang ada, saya mencoba-coba cari tau perihal SKM.

Sebelum jauh melangkah, tidak adil kiranya jika saya tidak menjelaskan sedikit tentang atomisme metodeologis dan kenapa saya memilih cara ini. Atomisme metodeologi (metode pemecahan entitas ke entitas lebih kecil) adalah salah satu pendekatan dalam melakukan analisis. Pendekatan ini kebanyakan digunakan filsuf dalam upaya menjawab pertanyaan eksistensi (ontology epistemic). Walaupun disaat bersamaan tidak jarang penjelasan yang didapatkan tidak memadai karena keterbatasan sumber. 

Saya memakai pendekatan ini karena metodenya yang memilah unsur penyusun dari pokok bahasan. Selain itu, pendekatan ini pula meletakkan segala hal yang berhubungan secara adil dan setara.

Melalui pendekatan ini akhirnya saya tersadar, bahwa SKM adalah sebuah entitas yang tidak berdiri sendiri dan bukan tanpa sebab bisa terwujud. Dan dengan pendekatan ini pula, kita bisa melihat berbagai hal didalamnya.

Seperti halnya entitas-entitas lain, (untuk menjadi seorang) SKM juga tersusun atas banyak entitas. Secara garis besar saya akan memilih lima entitas besar saja yang berhubungan dengan SKM. Entitas itu adalah; Masyarakat, Kampus (FKM), Mahasiswa, (masalah dan ilmu) Kesehatan Masyarakat, dan yang terakhir Lembaga Mahasiswa (yang berhubungan dengan Kesehatan Masyarakat).

Pemilihan lima entitas tadi bukan tanpa sebab, selain dalam rangka mencari kelompok entitas terbesar dalam melihat unsur penyusun SKM, juga karena kelima-limanya memiliki hubungan langsung dengan seorang SKM. Baik sebelum dan atau  dalam proses pembentukan bahkan setelahnya.

Walau begitu, kelima entitas tadi juga tidak berdiri sendiri. Masing-masing memiliki unsur penyusun. Namun ini nanti kita akan bahas tersendiri dilain kesempatan.

Mari kembali pada lima entitas penyusun SKM.

Untuk menjadi seorang SKM, lima entitas tadi tidak bisa kita lepaskan begitu saja dan akan menjadi satu disaat sebuah proses membidani lahirnya seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat secara utuh dimulai. Menariknya, jika meminjam distingsi buatan Roy Bhaskar (A Realist Theory of Science ,1976) kelima-limanya juga saling terhubung antara satu dengan lainnya. Baik itu ketika dimasukkan pada system terbuka atau system tertutup buatan beliau.

Saya akan mencoba letakkan kelimanya dalam sistem terbuka Roy Bhaskar.

Kelima entitas ini saling terhubung untuk membentuk SKM sejak sebelum hingga sesudahnya bahkan saat sementara berproses. Misalnya entitas masyarakat. Entitas ini berpengaruh langsung baik untuk konteks sebelum maupun sesudah. Untuk konteks “sebelum”, kita bisa lihat pada fenomena tingginya minat calon mahasiswa untuk masuk di FKM. Baik kampus yang bergelar negeri maupun swasta. Meskipun belakangan hampir tidak ada perbedaan yang signifikan antara kampus milik pemerintah maupun swasta.

Sedangkan untuk konteks “sesudah” adalah saat seorang telah mendapat gelar SKM dan kembali ke masyarakat. Untuk konteks inipun tidak sedikit mengalami anomali. Ini bisa dilihat pada banyak SKM memilih atau akhirnya terjun dilapangan kerja yang tidak berhubungan sama sekali dengan ilmu kesehatan masyarakat. Tentu saja ini tidak keliru, selama itu tidak melanggar norma-norma yang berlaku pada masyarakat kita.

Sedangkan jika ditarik hubungannya dengan entitas lain, misalnya kampus dan mahasiswa; masyarakat senantiasa menjadi tempat untuk mengaktualkan tiga darma perguruan tinggi. Atau juga hubungan entitas masyarakat dengan entitas kesehatan masyarakat yang senantiasa menjadi bagian tidak bisa dipisahkan. Yang sedikit berbeda adalah hubungan antara entitas masyarakat dengan entitas lembaga masyarakat.

Dibandingkan dengan tiga entitas sebelumnya, keterkaitan lembaga mahasiswa disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya jargon social control. Meskipun jargon tersebut adalah upaya memparafrasakan bagian pengabdian masyarakat yang termasuk dalam tiga darma perguruan tinggi, hal tersebut akhirnya tidak membatasi ruang gerak dari lembaga mahasiswa untuk berbuat sesuatu yang baik di tengah masyarakat. Apapun bentuk lembaga dan kegiatannya kemudian.

Demikianlah kelima entitas ini terbangun dan saling terhubung.

Profesi atau bukan ?

Setelah kita menguraikan SKM berdasarkan unsur terkecil pembentuknya, ada baiknya kita kembali pada pertanyaan awal; SKM sebagai profesi atau bukan.

Jika mengacu pada distingsi Roy Bhaskar diatas, ada beberapa catatan yang bisa menjadi bahan perenungan kita untuk mencari jawaban dari pertanyaan awal tersebut.

Renungan pertama. Layak tidaknya SKM menjadi profesi tentu saja berhubungan dengan seberapa efektif peran SKM di tengah masyarakat nantinya ketika menjadi sebuah profesi. Karena berbicara tentang sebuah profesi, kita akan diperhadapkan pada kenyataan seberapa dianggap pentingnya SKM bagi masyarakat kita. Pun akhirnya SKM menjadi sebuah profesi, tingkat spesifikasi masalah kesehatan masyarakat manakah yang akan mampu diatasinya dan mempunyai ciri yang berbeda dengan tenaga kesehatan lain diluar SKM.

Mungkin untuk soal spesifikasi SKM bisa dijawab mudah dengan bercermin pada jurusan-jurusan yang ada di FKM saat ini. Mulai dari epidemilogi, hingga promosi kesehatan. Tapi jika dilihat lebih jauh, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian. Salah satunya, apakah masing-masing jurusan itu sudah mampu menjadi pembeda dengan jurusan lain di luar FKM yang notabene juga membahas hal serupa. Atau lebih jauh lagi, seberapa rumit ilmu dari SKM itu sendiri dimata masyarakat awam.  

Renungan kedua. Kebutuhan menjadi profesi apakah berangkat dari keinginan menyelesaikan masalahkah, atau ini tidak lebih dari bentuk reaksi berlebihan karena diperlakukan tidak adil dalam system penjenjangan di pemerintahan kita. Jika karena hal yang kedua, akhirnya kita (SKM) hanya bersikap lebih reaktif dibandingkan seharusnya proaktif untuk segala masalah yang mengancam nantinya.

Renungan ketiga. Siapkah kampus, sebagai pelaksana tehnis yang diamanatkan undang-undang untuk menjadikan SKM sebuah profesi.

Ketiga renungan diatas bagi saya masih senafas dengan tulisan saya sebelumnya terkait kurikulum dan segala bentuk ancaman yang senantiasa mengancam SKM sebagai individu maupun sebagai kelompok yang tergabung dalam Perhimpunan Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Pertanyaan kemudian; apakah  menjadi SKM adalah sebuah panggilan jiwa atau bukan. Jika merupakan panggilan jiwa, coba tanyakan pada jiwa anda; sudah siapkah anda menarung. Menarung untuk menjaga dan mempertegas eksistensi ditengah berbagai permasalahan kesehatan masyarakat kita?

Ngomong-ngomong; anda SKM atau petarung?



Masohi, 10 Maret 2017