Menyoal Vandalisme HmI
Mungkin adagium Mulutmu Harimaumu
belum bisa dikatakan usang di era digital saat ini. Walau adagium ini kemudian
pernah juga dipelesetkan menjadi twitmu
harimaumu atau jarimu harimaumu,
namun tetap saja akhirnya kita kembali pada kondisi azali kita sebagai manusia yang dilengkapi oleh mulut yang bisa
menjadi sebuah senjata dan justru balik menikam kita ketika tidak bijak
menggunakannya.
Menyusul sebuah kejadian, dimana
salah satu wakil ketua KPK yang karena kurang bijak dalam berkomentar, akhirnya
membuatnya vis a vis dengan salah satu organisasi mahasiswa yang
memiliki anggota terbanyak di nusantara ini.
Tidak perlu menunggu lama, komentar panas beliau akhirnya menjadikan
seluruh anggota organisasi tersebut baik yang sudah purna maupun yang masih berstatus
aktif kemudian menyatu, dan memposisikan diri berhadap-hadapan dengan beliau.
Berbagai analisispun berkembang
terkait kejadian tersebut. Mulai dari perspektif latar belakang si penutur
kontroversi tersebut hingga hubungan beliau dengan berbagai kejadian bangsa
belakangan ini. Akumulasi dari analisis inipun berujung pada beberapa hal.
Mulai dari hubungan beliau dengan musuh masa silam dari organisasi tersebut
hingga organisasi tersebut akhirnya behadap-hadapan dengan institusi negara
yang menaungi beliau.
Kali ini saya tidak akan mencoba
menyoal sosok si penutur kontroversial itu. Selain karena saya bukan siapa-siapa,
juga karena muncul ketakutan dalam diri ini jika akhirnya menyerang pribadi dan
menjadi tidak obyektif. Tapi saya akan menyoal beberapa hal tentang reaksi yang
akhirnya muncul oleh organisasi mahasiswa tersebut. Walau berbagai reaksi
tersebut tidak semuanya akhirnya bisa dikatakan keliru.
Sebagai salah satu anggota yang
pernah terlibat aktif dalam organisasi mahasiswa tersebut, sedikit banyak juga
mengerti bagaimana berbagai fenomena maupun nomena yang pernah terjadi di
dalamnya. Mulai dari pertarungan ideologis hingga berbagai bentuk politik
praktis yang secara vulgar sering dipertotonkan dalam organisasi tersebut.
Mulai dari mobilisasi massa anggota untuk kepentingan senior tertentu hingga memanfaatkan
pengkaderan untuk memperoleh simpati lawan jenis. Walau kemudian kejadian
diatas adalah kategori prilaku oknum (saja).
Selain itu, organisasi ini juga
memiliki materi maupun pola pengkaderan yang sangat mumpuni. Belakangan setelah
akhirnya Nurcholis Majid (Cak Nur) memperkenalkan Nilai Dasar Perjuangan yang
sulit dipungkiri membawa organisasi mahasiswa ini menjadi sebuah organisasi
yang modern. Berangkat dari keyakinan pada persamaan hak dan egalitarianisme
dalam kehidupan bermasyarakat untuk Indonesia senafas dengan cita-cita
demokrasi yang ditempuh bangsa ini.
Adalah pada Kongres Ke-IX,
akhirnya Cak Nur memperkenalkan pemikirannya yang tertuang dalam Nilai Dasar
Perjuangan. Dalam pemikirannya, Cak Nur menegaskan bahwa sebagai mahasiswa
islam yang diharapkan mampu memberikan dukungan terhadap nilai-nilai keIslaman
namun tidak bisa lepas dari keIndonesiaan serta keMahasiswaan. Karena sebagai
konteks berdirinya organisasi ini,Indonesia, dirasa perlu kemudian untuk tetap
lebih memaknai kompleksitas suku, agama, dan ras yang mendiami bumi Indonesia.
Selebihnya penjelasan tentang itu
bisa kita dapatkan dalam berbagai buku-buku yang merupakan pemikiran Cak Nur,
dan atau berbagai teman sejawat yang kemudian juga tidak bisa lepas pengaruhnya
terhadap Cak Nur.
*
Yang menjadi persoalan dari
pernyataan kontroversial tersebut adalah Korupsi, dan hubungannya secara
langsung dengan organisasi mahasiswa Islam tersebut. Memang sebuah kekeliruan
jika tidak terlebih dahulu membuat sebuah pembatasan kelompok dari seluruh
anggota untuk kemudian melakukan sebuah penghakiman, karena akan terjebak dalam
sebuah bentuk generalisasi. Disini
letak soalnya dan akhirnya adik-adik dan kakak-kakak kami beraksi.
Hal diatas adalah soal lain, dan
sudah banyak pihak yang mencoba menyoal itu.
Namun bagaimana jika pernyataan
tersebut kemudian kita jadikan sebuah autokritik.
Karena jika mau jujur, sebenarnya tidak sedikit kakak-kakak kami yang dulunya
dikenal sebagai sosok idealis akhirnya terperosok dalam status tersangka
korupsi. Terlepas dari segala faktor yang melatari, laku korupsi bagi semua
orang memang menjadi sebuah masalah. Karena laku ini setidaknya berdampak
secara fisik, mental, spritual dan emosional.
Pertanyaanya, apakah yang
dimaksud dengan korupsi itu. Dari sekian banyak informasi yang terkait
definisi, maupun ciri korupsi, secara panjang kali lebar, korupsi itu adalah
sebuah prilaku penyalahgunaan kepercayaan publik untuk mendapatkan keuntungan
sepihak. Jadi korupsi bukan hanya berhubungan dengan hal-hal fisik saja
misalnya sejumlah uang, namun juga sesuatu non fisik juga, misalnya kesepakatan
bersama.
Karena sedemikian luasnya konsep
korupsi itu sendiri, Nah, bagaimana dengan organisasi mahasiswa islam dan
bagaimana hubungannya. Menyusul pernyataan yang kontroversial tersebut, hampir
sebagian besar kemudian reaksi yang muncul berangkat dari stigma yang
berkembang diantara kita terkait korupsi yang (hanya) berhubungan dengan fisik
(saja). Sehingga berbondong-bondonglah adik-adik dan kakak-kakak kami mencoba
memposisikan diri diluar stigma tersebut.
Namun apa lacur, apakah kemudian
memposisikan diri diluar stigma tersebut adalah berlaku selama hayat dikandung
badan?, jawabannya belum tentu. Misalnya adik-adik mahasiswa kita, ketika
kalian meneriakkan slogan kami alumni LK 1 dan benci Korupsi, bagaimana dengan tingkat
kedisplinan waktu kalian dalam mengikuti sebuah kuliah misalnya. Ingat dik,
datang terlambat untuk mengikuti kuliah juga itu korupsi, atau dikenal dengan
korupsi waktu.
Tentunya bagi adik-adik, akan
terbangun berjuta afirmasi terkait datang terlambat. Mulai dari benturan
berbagai agenda organisasi dengan jadwal kuliah hingga manajemen waktu pribadi
yang menjadi soalnya. Namun apapun itu, selama bersebrangan dengan sebuah
bentuk penyelewengan kepercayaan publik yang terbangun diawal (lewat kontrak
belajar) untuk mendapatkan keuntungan sepihak (jadi permisif tidak disiplin),
menurut saya masuk kategori laku korupsi.
Atau budaya copy-paste sebuah karya ilmiah yang belakangan jadi trend pada
mahasiswa hari ini. Tentunya ini juga jika mau jujur sebenarnya adalah laku
korupsi dikalangan mahasiswa. Karena disaat bersamaan melakukan penyalahgunaan
kepercayaan publik (orisinil pemikiran mahasiswa) demi mendapatkan keuntungan
sepihak (yang penting tugas selesai). Ini juga korupsi loh dik, korupsi
kepercayaan dosen.
Untuk kakak-kakak sendiri, sudah
banyak contoh. Yang dulunya sangat diagungkan karena idealismenya, belakangan
mempertonton laku korupsi, apapun bentuk dan yang melatarinya.
Walau juga, menurut Kak Mahfud
MD, banyak sekali kakak-kakak kami yang masih konsisten untuk memperjuangkan
terbentuknya negara Indonesia yang anti korupsi. Tentunya saya tidak perlu
menyebutkan satu-satu. Selain karena kurangnya pengetahuan saya tentang itu,
juga tidak cukup ruang disini untuk memetakan jutaan kader terbaik yang pernah
dicetak oleh salah satu organisasi mahasiswa islam tertua di Indonesia ini.
**
Jika meminjam piramida
kebutuhannya Maslow, dimana kabutuhan tertinggi manusia bukannya sex dan
makanan, namun penghargaan dan aktualisasi diri, maka tidak berlebihan kiranya
jika kita mengatakan laku korupsi dalam diri kita merupakan sebuah potensi.
Karena setelah terpenuhinya berbagai kebutuhan fisiologis, rasa aman, dan kasih
sayang, kita/manusia kemudian cenderung mencari
jalan untuk memenuhi berbagai hasrat yang berujung pada sebuah penghargaan dan
sebagai bentuk aktualisasi diri.
Dalam mencari jalan untuk sebuah
penghargaanlah kemudian laku korupsi berpotensi besar unutk menjadi aktual,
dengan catatan pemenuhan hasrat ini hanya bagian dari sekumpulan keinginan saja
dan bukan rangkaian yang menjadi kebutuhan. Sehingga kita/manusia cenderung
memaksakan kondisi, yang bisa jadi akhirnya mengorbankan berbagai bentuk
kepercayaan publik untuk sebuah keuntungan sepihak (penghargaan dan aktualisasi
diri).
Akhir kata, sebagai manusia yang
memiliki agama, sakira tidak ada salahnya kemudian kita mencoba memaafkan
beliau yang mengeluarkan pernyataan kontroversial tersebut karena alasan
kesilapan, namun juga saya dengan seluruh hayat dikandung badan mendukung
proses hukum yang berlangsung karena overgeneralisasi yang berdampak pada
pencemaran nama organisasi. Yang terakhir tadi juga menjadi penting, setidaknya
pembelajaran agar terhindar dari segala bentuk overgeneralisasi, apa lagi itu
berhubungan dengan sebuah organisasi yang mencetak banyak kader terbaik di
negeri ini.
Selain itu, juga menurut saya untuk kembali
melakukan koreksi kedalam organisasi, sehingga bisa menjadi sebuah pembuktian
terbalik dari kondisi yang coba digambarkan oleh pihak-pihak yang tidak senang
terhadap organisasi ini. Contohnya, hindari melakukan aksi massa yang anarkis,
apa lagi sampai merusak fasilitas publik (Gedung KPK).
Disclaimer gambar:
Vandalisme HMI digedung KPK, sumber: detik.com