Menyoal Vandalisme HmI

Juni 20, 2016 Mashuri Mashar S.KM 0 Comments



Mungkin adagium Mulutmu Harimaumu belum bisa dikatakan usang di era digital saat ini. Walau adagium ini kemudian pernah juga dipelesetkan menjadi twitmu harimaumu atau jarimu harimaumu, namun tetap saja akhirnya kita kembali pada kondisi azali kita sebagai manusia yang dilengkapi oleh mulut yang bisa menjadi sebuah senjata dan justru balik menikam kita ketika tidak bijak menggunakannya.

Menyusul sebuah kejadian, dimana salah satu wakil ketua KPK yang karena kurang bijak dalam berkomentar, akhirnya membuatnya vis a vis  dengan salah satu organisasi mahasiswa yang memiliki anggota terbanyak di nusantara ini.  Tidak perlu menunggu lama, komentar panas beliau akhirnya menjadikan seluruh anggota organisasi tersebut baik yang sudah purna maupun yang masih berstatus aktif kemudian menyatu, dan memposisikan diri berhadap-hadapan dengan beliau.

Berbagai analisispun berkembang terkait kejadian tersebut. Mulai dari perspektif latar belakang si penutur kontroversi tersebut hingga hubungan beliau dengan berbagai kejadian bangsa belakangan ini. Akumulasi dari analisis inipun berujung pada beberapa hal. Mulai dari hubungan beliau dengan musuh masa silam dari organisasi tersebut hingga organisasi tersebut akhirnya behadap-hadapan dengan institusi negara yang menaungi beliau.

Kali ini saya tidak akan mencoba menyoal sosok si penutur kontroversial itu. Selain karena saya bukan siapa-siapa, juga karena muncul ketakutan dalam diri ini jika akhirnya menyerang pribadi dan menjadi tidak obyektif. Tapi saya akan menyoal beberapa hal tentang reaksi yang akhirnya muncul oleh organisasi mahasiswa tersebut. Walau berbagai reaksi tersebut tidak semuanya akhirnya bisa dikatakan keliru.

Sebagai salah satu anggota yang pernah terlibat aktif dalam organisasi mahasiswa tersebut, sedikit banyak juga mengerti bagaimana berbagai fenomena maupun nomena yang pernah terjadi di dalamnya. Mulai dari pertarungan ideologis hingga berbagai bentuk politik praktis yang secara vulgar sering dipertotonkan dalam organisasi tersebut. Mulai dari mobilisasi massa anggota untuk kepentingan senior tertentu hingga memanfaatkan pengkaderan untuk memperoleh simpati lawan jenis. Walau kemudian kejadian diatas adalah kategori prilaku oknum (saja).

Selain itu, organisasi ini juga memiliki materi maupun pola pengkaderan yang sangat mumpuni. Belakangan setelah akhirnya Nurcholis Majid (Cak Nur) memperkenalkan Nilai Dasar Perjuangan yang sulit dipungkiri membawa organisasi mahasiswa ini menjadi sebuah organisasi yang modern. Berangkat dari keyakinan pada persamaan hak dan egalitarianisme dalam kehidupan bermasyarakat untuk Indonesia senafas dengan cita-cita demokrasi yang ditempuh bangsa ini.

Adalah pada Kongres Ke-IX, akhirnya Cak Nur memperkenalkan pemikirannya yang tertuang dalam Nilai Dasar Perjuangan. Dalam pemikirannya, Cak Nur menegaskan bahwa sebagai mahasiswa islam yang diharapkan mampu memberikan dukungan terhadap nilai-nilai keIslaman namun tidak bisa lepas dari keIndonesiaan serta keMahasiswaan. Karena sebagai konteks berdirinya organisasi ini,Indonesia, dirasa perlu kemudian untuk tetap lebih memaknai kompleksitas suku, agama, dan ras yang mendiami bumi Indonesia.

Selebihnya penjelasan tentang itu bisa kita dapatkan dalam berbagai buku-buku yang merupakan pemikiran Cak Nur, dan atau berbagai teman sejawat yang kemudian juga tidak bisa lepas pengaruhnya terhadap Cak Nur.
*
Yang menjadi persoalan dari pernyataan kontroversial tersebut adalah Korupsi, dan hubungannya secara langsung dengan organisasi mahasiswa Islam tersebut. Memang sebuah kekeliruan jika tidak terlebih dahulu membuat sebuah pembatasan kelompok dari seluruh anggota untuk kemudian melakukan sebuah penghakiman, karena akan terjebak dalam sebuah bentuk generalisasi. Disini letak soalnya dan akhirnya adik-adik dan kakak-kakak kami beraksi.

Hal diatas adalah soal lain, dan sudah banyak pihak yang mencoba menyoal itu.

Namun bagaimana jika pernyataan tersebut kemudian kita jadikan sebuah autokritik. Karena jika mau jujur, sebenarnya tidak sedikit kakak-kakak kami yang dulunya dikenal sebagai sosok idealis akhirnya terperosok dalam status tersangka korupsi. Terlepas dari segala faktor yang melatari, laku korupsi bagi semua orang memang menjadi sebuah masalah. Karena laku ini setidaknya berdampak secara fisik, mental, spritual dan emosional.

Pertanyaanya, apakah yang dimaksud dengan korupsi itu. Dari sekian banyak informasi yang terkait definisi, maupun ciri korupsi, secara panjang kali lebar, korupsi itu adalah sebuah prilaku penyalahgunaan kepercayaan publik untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Jadi korupsi bukan hanya berhubungan dengan hal-hal fisik saja misalnya sejumlah uang, namun juga sesuatu non fisik juga, misalnya kesepakatan bersama.

Karena sedemikian luasnya konsep korupsi itu sendiri, Nah, bagaimana dengan organisasi mahasiswa islam dan bagaimana hubungannya. Menyusul pernyataan yang kontroversial tersebut, hampir sebagian besar kemudian reaksi yang muncul berangkat dari stigma yang berkembang diantara kita terkait korupsi yang (hanya) berhubungan dengan fisik (saja). Sehingga berbondong-bondonglah adik-adik dan kakak-kakak kami mencoba memposisikan diri diluar stigma tersebut.

Namun apa lacur, apakah kemudian memposisikan diri diluar stigma tersebut adalah berlaku selama hayat dikandung badan?, jawabannya belum tentu. Misalnya adik-adik mahasiswa kita, ketika kalian meneriakkan slogan kami alumni LK 1 dan benci Korupsi, bagaimana dengan tingkat kedisplinan waktu kalian dalam mengikuti sebuah kuliah misalnya. Ingat dik, datang terlambat untuk mengikuti kuliah juga itu korupsi, atau dikenal dengan korupsi waktu.

Tentunya bagi adik-adik, akan terbangun berjuta afirmasi terkait datang terlambat. Mulai dari benturan berbagai agenda organisasi dengan jadwal kuliah hingga manajemen waktu pribadi yang menjadi soalnya. Namun apapun itu, selama bersebrangan dengan sebuah bentuk penyelewengan kepercayaan publik yang terbangun diawal (lewat kontrak belajar) untuk mendapatkan keuntungan sepihak (jadi permisif tidak disiplin), menurut saya masuk kategori laku korupsi.

Atau budaya copy-paste sebuah karya ilmiah yang belakangan jadi trend pada mahasiswa hari ini. Tentunya ini juga jika mau jujur sebenarnya adalah laku korupsi dikalangan mahasiswa. Karena disaat bersamaan melakukan penyalahgunaan kepercayaan publik (orisinil pemikiran mahasiswa) demi mendapatkan keuntungan sepihak (yang penting tugas selesai). Ini juga korupsi loh dik, korupsi kepercayaan dosen.

Untuk kakak-kakak sendiri, sudah banyak contoh. Yang dulunya sangat diagungkan karena idealismenya, belakangan mempertonton laku korupsi, apapun bentuk dan yang melatarinya.

Walau juga, menurut Kak Mahfud MD, banyak sekali kakak-kakak kami yang masih konsisten untuk memperjuangkan terbentuknya negara Indonesia yang anti korupsi. Tentunya saya tidak perlu menyebutkan satu-satu. Selain karena kurangnya pengetahuan saya tentang itu, juga tidak cukup ruang disini untuk memetakan jutaan kader terbaik yang pernah dicetak oleh salah satu organisasi mahasiswa islam tertua di Indonesia ini.
**
Jika meminjam piramida kebutuhannya Maslow, dimana kabutuhan tertinggi manusia bukannya sex dan makanan, namun penghargaan dan aktualisasi diri, maka tidak berlebihan kiranya jika kita mengatakan laku korupsi dalam diri kita merupakan sebuah potensi. Karena setelah terpenuhinya berbagai kebutuhan fisiologis, rasa aman, dan kasih sayang, kita/manusia kemudian cenderung  mencari jalan untuk memenuhi berbagai hasrat yang berujung pada sebuah penghargaan dan sebagai bentuk aktualisasi diri.

Dalam mencari jalan untuk sebuah penghargaanlah kemudian laku korupsi berpotensi besar unutk menjadi aktual, dengan catatan pemenuhan hasrat ini hanya bagian dari sekumpulan keinginan saja dan bukan rangkaian yang menjadi kebutuhan. Sehingga kita/manusia cenderung memaksakan kondisi, yang bisa jadi akhirnya mengorbankan berbagai bentuk kepercayaan publik untuk sebuah keuntungan sepihak (penghargaan dan aktualisasi diri).

Akhir kata, sebagai manusia yang memiliki agama, sakira tidak ada salahnya kemudian kita mencoba memaafkan beliau yang mengeluarkan pernyataan kontroversial tersebut karena alasan kesilapan, namun juga saya dengan seluruh hayat dikandung badan mendukung proses hukum yang berlangsung karena overgeneralisasi yang berdampak pada pencemaran nama organisasi. Yang terakhir tadi juga menjadi penting, setidaknya pembelajaran agar terhindar dari segala bentuk overgeneralisasi, apa lagi itu berhubungan dengan sebuah organisasi yang mencetak banyak kader terbaik di negeri ini.


Selain itu, juga menurut saya untuk kembali melakukan koreksi kedalam organisasi, sehingga bisa menjadi sebuah pembuktian terbalik dari kondisi yang coba digambarkan oleh pihak-pihak yang tidak senang terhadap organisasi ini. Contohnya, hindari melakukan aksi massa yang anarkis, apa lagi sampai merusak fasilitas publik (Gedung KPK). 



Disclaimer gambar:
Vandalisme HMI digedung KPK, sumber: detik.com