Tentang Narkoba dan Masalahnya
Beberapa hari kedepan, tepatnya 26 juni, akan diperingati sebagai Hari Anti Narkoba International. Dan sehubungan dengan itu Indonesia juga turut mengambil bagian dalam peringatan Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) tersebut. Tentunya berbagai lembaga negara yang berhubungan dengan pemberantasan penyalahgunaan Narkoba dan bekerja sama dengan berbagai elemen masyarakat, mula dari; LSM;Kelompok Mahasiswa; hingga media cetak turut ambil bagian dalam peringatan tersebut.
Kali ini, saya tidak akan
membahas tentang narkoba dalam hal jenisnya, selain karena sudah sedemikian massifnya informasi
yang berhubungan dengan itu, juga karena narkoba sebenarnya masih sangat
berperan dalam dunia kesehatan khususnya yang berbau medis. Namun, untuk kesempatan
ini tentang narkoba dari sisi kecanduan yang menjadi titik tekan saya, selain seberapa efektif
pesan-pesan atau slogan yang terkait dengan penyalahgunaan narkoba itu sendiri.
KECANDUAN
Tahulah anda, narkotika dan
obat-obat terlarang atau yang dikenal dengan NARKOBA, juga memiliki nama lain
yaitu: NAPZA. NAPZA sendiri memiliki kepanjangan Narkotika, Psikotropika, dan
Zat Adiktif lainnya. Menariknya antara isitilah Narkoba dan Napza yang
sebenarnya bermakna sama, memiliki popularitas yang berbeda. Maksud saya, bagi
masyarakat kebanyakan istilah Napza masih terdengar asing jika dibanding dengan
istilah Narkoba.
Ada beberapa hal yang bisa disimpulkan
dari kondisi tadi, salah satunya ialah karena faktor penggunaan dari dua
istilah tadi. Kebanyakan dari kita, lebih familiar dengan istilah Narkoba dibanding
Napza. Ini tentunya tidak mengherankan, karena secara morfologi misalnya antara
kata Narkoba dan Napza, memiliki karakter vokal yang berbeda, dan tentunya ini
berhubungan dengan kenyamanan audio yang tercipta dari lisan yang terucap kata
tersebut.
Selain itu, faktor penggunaan
dari kedua kata tadi, lebih banyak digunakan kata Narkoba dibanding Napza. Salah
satu buktinya dengan ini:
Disclaimer gambar:
Walau grafik diatas untuk
digunakan sebagai dasar dari semuanya masih terlalu premature, namun di satu
sisi grafik diatas menggambarkan kata kunci pertama yang terlintas kepada
siapapun yang ingin mencari informasi terkait penyalahgunaan zat terlarang
tersebut. Sekaligus memberikan sekilas gambaran sedemikian populernya kata
narkoba dibanding napza khususnya di Indonesia.
Tentang narkoba atau lebih khusus
kecanduan yang menarik bagi saya ialah, masih simpang siurnya pengetahuan
masyarakat kita terkait dunia kecanduan itu sendiri. Walau beberapa tahun
belakangan pemerintah dalam hal ini Badan Narkotika Nasional (BNN) sudah sempat
menyebarluaskan terminologi Pecandu dan Penyalahguna, tetap saja masyarakt kita
masih bingung memetakan antara pemakai, penyalahguna maupun pecandu itu
sendiri.
Mungkin salah satu sebabnya
karena titik tekan UU No. 35 tahun 2009, tidak adanya bahasa yang spesifik
terkait prilaku yang berhubungan dengan katagorisasi pecandu dan penyalahguna. Sialnya,
undang-undang tersebut hanya bergantung pada jumlah kepemilikan dari zat
terlarang itu saja, entah dalam jumlah gram atau besaran bentuk. Disilah letak
persoalanya bermula. Karena, jika ditelusuri lebih lanjut, sebenarnya ada “kelebihan”
yang tidak disadari oleh seseorang pecandu aktif. “kelebihan” itu adalah
beragamnya karakter yang tercipta.
Nantinya karakter ini sendiri,
mampu membentuk dan membuatnya berfikir taktis dalam setiap keadaan yang paling
terdesak. Atau dengan kata lain mereka menjadi lebih licik dan licin. Eh, kalo
para koruptor itu sedemikian licinnya, jangan-jangan mereka juga pecandu
aktif...entahlah.
Nah, apakah kelebihan tadi juga
sempat difikirkan oleh pemerintah dalam hal ini BNN. Agak sulit untuk menjawab
pertanyaan ini, karena dalam prakteknya BNN saat ini menggunakan metode
represif, selain juga memberikan pilihan untuk rehabilitasi bagi yang OTT bukan
kategori pengedar. Namun tetap saja bagi saya ini masih jauh dari kata efektif.
Selain itu, apakah BNN memiliki
pengetahuan yang merata terkait aspek apa saja yang menjadi sasran dari
kecanduan dari penyalahgunaan zat terlarang itu menjadi maslah tersendiri. Ini juga
menjadi penting, mengingat dengan kurang meratanya pengetahuan tersebut,
akhirnya disaat bersamaan pemerintah dalam hal ini berlaku tidak adil terhadap
setiap warga negaranya.
Karena melalui pengetahuan aspek
yang dipengaruhi karena kecanduan, akhirnya kita mampu menempatkan seseorang
apakah dia masuk kategori pecandu, pemakai, atau penyalahguna. Tanpa melihat
berapa banyak kepemilikan narkoba/napza itu ketika Operasi Tangkap Tangan yang
dilakukan oleh BNN.
PESAN ANTI NARKOBA
Selain persoalan kecanduan, yang
menarik juga adalah pesan-pesan yang berhubungan dengan itu sendiri. Salah satu
bentuk pesan yang paling sering kita dengar, atau baca adalah berbunyi: “ Say
No To Drugs”. Sekilas pesan ini begitu sempurna dalam penyampaiannya, mulai
dari bentuk hingga makna yang ingin disampaikan. Tapi tunggu dulu, itu hanya
sekilas, dan jika dua kilas, makna dari kalimat tersebut mengandung
pertentangan terhadap kenyataanya dilapangan.
Maksud saya, jika benar kita-negara-mau
betul konsisten dengan pesan tersebut, seharusnya bisa dimulai dari
menghentikan penggunaan Narkoba dalam dunia medis. Karena, bagamana mungkin
implementasi kata tersebut yang bermakna: katakan tidak kepada narkoba- bisa
terlaksana, namun disatu sisi, berbagai tingkatan fasilitas kesehatan
menggunakan narkoba dalam hal medis-klinis yang sebelumnya tidak meminta persetujuan
dari sang pasien masih dilegalkan.
Bukankah ini menggelikan
sekaligus membuat miris.
Yang paling parah jika ada sebuah
provinsi atau kabupaten/kota yang dengan bangganya menerima cap sebagai
provinsi atau kabupaten/kota bebas narkoba. Yang jadi pertanyaan apakah di
daerah itu tidak ada Rumah Sakit atau Puskesmas?
Ini tentunya wajib menjadi
perhatian kita bersama. Tapi bukan berarti tidak perlu pesan seperti itu, hal
ini semata-mata barhubungan dengan stuktur pesan itu sendiri. selain itu bagi
saya pribadi masih diperlukan usaha bersama yang maksimal untuk menyebarluaskan
hal ihwal Narkoba/Napza dan kecanduan itu sendiri. Karena dengan begitu akhirnya, masyarakat mampu membedakan
antara penyalahguna, pemakai, dan pecandu itu sendiri.
Karena dari lubuk hati yang
paling dalam saya, masih berharap Indonesia bisa bebas dari segala bentuk
penyalahguunaan Narkoba/Napza. Walau itu entah kapan, semoga
Ilustrasi Penyalahgunaan Narkoba/Napza