Tentang Narkoba dan Masalahnya

Juni 24, 2016 Mashuri Mashar S.KM 0 Comments




Beberapa hari kedepan, tepatnya 26 juni, akan diperingati sebagai Hari Anti Narkoba International. Dan sehubungan dengan itu Indonesia juga turut mengambil bagian dalam peringatan Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) tersebut. Tentunya berbagai lembaga negara yang berhubungan dengan pemberantasan penyalahgunaan Narkoba dan bekerja sama dengan berbagai elemen masyarakat, mula dari; LSM;Kelompok Mahasiswa; hingga media cetak turut ambil bagian dalam peringatan tersebut.

Kali ini, saya tidak akan membahas tentang narkoba dalam hal jenisnya, selain karena sudah sedemikian massifnya informasi yang berhubungan dengan itu, juga karena narkoba sebenarnya masih sangat berperan dalam dunia kesehatan khususnya yang berbau medis. Namun, untuk kesempatan ini tentang narkoba dari sisi kecanduan yang menjadi titik tekan saya, selain seberapa efektif pesan-pesan atau slogan yang terkait dengan penyalahgunaan narkoba itu sendiri.

KECANDUAN

Tahulah anda, narkotika dan obat-obat terlarang atau yang dikenal dengan NARKOBA, juga memiliki nama lain yaitu: NAPZA. NAPZA sendiri memiliki kepanjangan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. Menariknya antara isitilah Narkoba dan Napza yang sebenarnya bermakna sama, memiliki popularitas yang berbeda. Maksud saya, bagi masyarakat kebanyakan istilah Napza masih terdengar asing jika dibanding dengan istilah Narkoba.

Ada beberapa hal yang bisa disimpulkan dari kondisi tadi, salah satunya ialah karena faktor penggunaan dari dua istilah tadi. Kebanyakan dari kita, lebih familiar dengan istilah Narkoba dibanding Napza. Ini tentunya tidak mengherankan, karena secara morfologi misalnya antara kata Narkoba dan Napza, memiliki karakter vokal yang berbeda, dan tentunya ini berhubungan dengan kenyamanan audio yang tercipta dari lisan yang terucap kata tersebut.

Selain itu, faktor penggunaan dari kedua kata tadi, lebih banyak digunakan kata Narkoba dibanding Napza. Salah satu buktinya dengan ini:


Walau grafik diatas untuk digunakan sebagai dasar dari semuanya masih terlalu premature, namun di satu sisi grafik diatas menggambarkan kata kunci pertama yang terlintas kepada siapapun yang ingin mencari informasi terkait penyalahgunaan zat terlarang tersebut. Sekaligus memberikan sekilas gambaran sedemikian populernya kata narkoba dibanding napza khususnya di Indonesia.

Tentang narkoba atau lebih khusus kecanduan yang menarik bagi saya ialah, masih simpang siurnya pengetahuan masyarakat kita terkait dunia kecanduan itu sendiri. Walau beberapa tahun belakangan pemerintah dalam hal ini Badan Narkotika Nasional (BNN) sudah sempat menyebarluaskan terminologi Pecandu dan Penyalahguna, tetap saja masyarakt kita masih bingung memetakan antara pemakai, penyalahguna maupun pecandu itu sendiri.

Mungkin salah satu sebabnya karena titik tekan UU No. 35 tahun 2009, tidak adanya bahasa yang spesifik terkait prilaku yang berhubungan dengan katagorisasi pecandu dan penyalahguna. Sialnya, undang-undang tersebut hanya bergantung pada jumlah kepemilikan dari zat terlarang itu saja, entah dalam jumlah gram atau besaran bentuk. Disilah letak persoalanya bermula. Karena, jika ditelusuri lebih lanjut, sebenarnya ada “kelebihan” yang tidak disadari oleh seseorang pecandu aktif. “kelebihan” itu adalah beragamnya karakter yang tercipta.

Nantinya karakter ini sendiri, mampu membentuk dan membuatnya berfikir taktis dalam setiap keadaan yang paling terdesak. Atau dengan kata lain mereka menjadi lebih licik dan licin. Eh, kalo para koruptor itu sedemikian licinnya, jangan-jangan mereka juga pecandu aktif...entahlah.

Nah, apakah kelebihan tadi juga sempat difikirkan oleh pemerintah dalam hal ini BNN. Agak sulit untuk menjawab pertanyaan ini, karena dalam prakteknya BNN saat ini menggunakan metode represif, selain juga memberikan pilihan untuk rehabilitasi bagi yang OTT bukan kategori pengedar. Namun tetap saja bagi saya ini masih jauh dari kata efektif.

Selain itu, apakah BNN memiliki pengetahuan yang merata terkait aspek apa saja yang menjadi sasran dari kecanduan dari penyalahgunaan zat terlarang itu menjadi maslah tersendiri. Ini juga menjadi penting, mengingat dengan kurang meratanya pengetahuan tersebut, akhirnya disaat bersamaan pemerintah dalam hal ini berlaku tidak adil terhadap setiap warga negaranya.

Karena melalui pengetahuan aspek yang dipengaruhi karena kecanduan, akhirnya kita mampu menempatkan seseorang apakah dia masuk kategori pecandu, pemakai, atau penyalahguna. Tanpa melihat berapa banyak kepemilikan narkoba/napza itu ketika Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan oleh BNN.

PESAN ANTI NARKOBA
Selain persoalan kecanduan, yang menarik juga adalah pesan-pesan yang berhubungan dengan itu sendiri. Salah satu bentuk pesan yang paling sering kita dengar, atau baca adalah berbunyi: “ Say No To Drugs”. Sekilas pesan ini begitu sempurna dalam penyampaiannya, mulai dari bentuk hingga makna yang ingin disampaikan. Tapi tunggu dulu, itu hanya sekilas, dan jika dua kilas, makna dari kalimat tersebut mengandung pertentangan terhadap kenyataanya dilapangan.

Maksud saya, jika benar kita-negara-mau betul konsisten dengan pesan tersebut, seharusnya bisa dimulai dari menghentikan penggunaan Narkoba dalam dunia medis. Karena, bagamana mungkin implementasi kata tersebut yang bermakna: katakan tidak kepada narkoba- bisa terlaksana, namun disatu sisi, berbagai tingkatan fasilitas kesehatan menggunakan narkoba dalam hal medis-klinis yang sebelumnya tidak meminta persetujuan dari sang pasien masih dilegalkan.

Bukankah ini menggelikan sekaligus membuat miris.

Yang paling parah jika ada sebuah provinsi atau kabupaten/kota yang dengan bangganya menerima cap sebagai provinsi atau kabupaten/kota bebas narkoba. Yang jadi pertanyaan apakah di daerah itu tidak ada Rumah Sakit atau Puskesmas?

Ini tentunya wajib menjadi perhatian kita bersama. Tapi bukan berarti tidak perlu pesan seperti itu, hal ini semata-mata barhubungan dengan stuktur pesan itu sendiri. selain itu bagi saya pribadi masih diperlukan usaha bersama yang maksimal untuk menyebarluaskan hal ihwal Narkoba/Napza dan kecanduan itu sendiri. Karena dengan  begitu akhirnya, masyarakat mampu membedakan antara penyalahguna, pemakai, dan pecandu itu sendiri.


Karena dari lubuk hati yang paling dalam saya, masih berharap Indonesia bisa bebas dari segala bentuk penyalahguunaan Narkoba/Napza. Walau itu entah kapan, semoga



Disclaimer gambar:
Ilustrasi Penyalahgunaan Narkoba/Napza