Surat Tertutup Untuk Anak-Cucuku Kelak

Juni 20, 2016 Mashuri Mashar S.KM 0 Comments



Dear anak-anakku dan cucu-cucuku kelak,

Apa kabar nak, semoga kalian senantiasa dalam keadaan sehat tidak kurang sesuatupun.

Jadi begini nak, kutuliskan surat ini dengan harapan suatu saat nanti, kalian berdua akan membaca surat ini, setidaknya memahami kondisi hari ini pada konteks kalian kedepannya.

Kalian tau Kota Makassar nak?

Iya betul, itu kota kelahiranku. Kota yang terletak di bagian tengah Indonesia ini, merupakan salah satu kota yang terkenal dengan berbagai jenis kulinernya, mulai dari coto, sop konro, sop sodara, pisang hijau hingga pisang epe.

Bukan itu saja nak, kota makassar sudah terkenal sejak abad ke 16, karena Makassar menjadi salah satu pusat perdagangan    yang dominan di Indonesia Timur, sekaligus menjadi salah satu kota terbesar di Asia Tenggara.

Selain itu nak, antara tahun 1971 hingga 1999, nama Makassar pernah diganti dengan nama Ujung Pandang oleh penguasa pada zaman itu, entah dengan pertimbangan apa.

Makassar hingga kini merupakan salah satu kota di kawasan timur Indonesia yang tersibuk dan terpadat. Salah satu buktinya adalah perkembangan jumlah penduduk di kota Makassar dari tahun ketahun sangat signifikan, tercatat tembus di angka kurang lebih 20% (BPS-2013).

Makanya nak, jangan kaget jika suatu saat nanti ketika kalian berkunjung ke kota kelahiranku, jumlah penduduknya sudah lebih banyak dari sekarang. Di tahun 2013 saja jumlah penduduk yang kota Makassar sudah mencapai angka 1,6 juta jiwa. Bisa dibayangkan 10 hingga 20 tahun kedepan.

Dengan jumlah penduduk yang cenderung bertambah dari hari kehari juga meniscayakan akhirnya sebuah perkembangan, atau meminjam terminologi para penyelenggara negara yaitu pembangunan. Kita ambil contoh infrastruktur yang berhubungan dengan ekonomi. Sekarang saja, jumlah pusat perbelanjaan yang secara arsitektur berupa bangunan tertutup dengan suhu diatur dan memiliki jalur untuk berjalan yang teratur sehingga berada diantara toko-toko kecil yang saling berhadapan (Mall) di kota Makassar sudah menyentuh angka sembilan buah. Dan sudah barang tentu, bukan tidak mungkin akan terus bertambah.

Kembali lagi nak, ini merupakan keniscayaan dari sebuah konsep modernisasi. Dan kota Makassar sudah melalui berbagai ciri pokok dari modernisasi tersebut, mulai dari: proses bertahap, homogenisasi, westernisasi, hingga perubahan progresif. Salah satu contoh modernisasi adalah keberadaan Mall di kota Makassar, sependek yang saya tahu nak, awalnya mall di makassar hanya ada 2 buah yaitu Makassar Mall  dan Maricaya Mall. Tidak cukup beberapa tahun kemudian berdiri Mall Ratu Indah, dan seterusnya.

Disatu sisi nak, keberadaan mall tadi menjadi penanda akan peningkatan daya beli masyarakat, namun disisi yang lain sebenarnya hanya memperteguh relasi kelas sosial yang ada di Kota Makassar. Yang menarik nak, ketika menurut Brundtland Report dari PBB-1987 mengatakan konsep sustainable development (Pembangunan Berkelanjutan) merupakan bagian dari modernisasi, dengan tujuan tidak mengorbankan atau mengurangi kebutuhan generasi akan datang, iya, generasi kalian nak. Namun apa yang terjadi nak, mengambil contoh pembangunan mall, justru hanya menjadikan Makassar langganan banjir dari tahun ke tahun. Disini lagi titik kontradiksinya nak!

Selain ancaman banjir tadi, modernisasi kota Makassar juga berdampak pada hilangnya ingatan kolektif kita tentang hal yang berhubungan dengan Makassar. Untuk konteks modernisasi Makassar, mungkin tidak berlebihan nak, jika ingatan kita kembali pada Teori Wacana dan Kekuasaan milik Michel Foucault. Beliau menyatakan konsep kekuasaan yang berbeda dari yang lain. Menurutnya ciri kekuasaan itu tersebar dan tidak dapat dilokalisasi. Bisa jadi inilah yang menjadi dasar dari para penyelenggara negara khususnya dari tingkat pemerintah provinsi Sulawesi Selatan hingga pemerintah kota Makassar.

Tahukah kau nak, salah satu yang menjadi daya tarik wisatawan baik domestik maupun international untuk berkunjung ke Makassar adalah keberadaan Pantai Losari dengan bermacam dagangannya dimalam hari. Saking terkenalnya, konon pantai losari pernah mendapat predikat tenda terpanjang karena sejauh 2 Km saling sambung menyambung. Dan beberapa penjual makanan dan minuman di tempat tersebut sangat terkenal, karena selain nikmat juga tentunya murah.

Walau jumlah pasti pedagang pada waktu itu tidak sempat kami hitung, namun satu hal yang pasti nak, pada waktu malam pantai losari jadi meriah layaknya pasar malam, karena selain pedagang makanan dan minuman pantai losari juga dipenuhi dengan profesi yang lain, dari pengemen hingga tukang semir sepatu. Namun kini kondisi tersebut hanya tinggal ceritaku kepadamu nak.

Belakangan, atau tepatnya tahun 2006, Pantai Losari mengalami perombakan besar-besaran. Mulai dari dalil mengembalikan fungsi ruang publik hingga penertiban dalam rangka memperindah bentuk Pantai Losari kemudian dilafazhkan  oleh para penyelenggara negara pada waktu itu. Untuk itu kemudian para pedagang yang tadinya berada di sepanjang pantai losari, berangsur-angsur dipindahkan ke bagian selatan, atau tepatnya pantai Laguna.

Oh iya nak, Pantai Laguna ini kami sebut Taman Gajah, karena disitu, dulunya terdapat taman bermain yang juga dilengkapi beberapa patung binatang yang sangat mirip dengan aslinya, baik ukuran maupun bentuk.

Pindahnya mereka (pedagang makanan dan minuman, serta para pengamen dan lain-lain) ke Pantai Laguna, hanya memperburuk keadaan mereka secara finansial. Karena bukannya jumlah pengunjung bertambah justru hanya berkurang berangsur-angsur. Dan sekali lagi nak, hal ini tidak menjadi perhatian para penyelenggara negara saat ini.  

Untuk sekedar kalian ketahui nak, pantai Losari dulu bagi kami sangat romantis. Karena walau Pantai Losari tidak seperti pantai kebanyakan yang terkenal dengan pasir putihnya, Pantai losari menawarkan bentuk romantisme yang lain, yaitu kita bisa menikmati momentum tenggelamnya matahari (Sunset) di sore hari dengan sempurna.

Namun nak, belum usai permasalahan relokasi pedagang pantai losari, para penyelenggara negara kembali lagi melakukan hal yang justru hanya berdampak pada hilangnya ingatan kolektif kita tentang pantai Losari nantinya. Pembangunan Mega Proyek Center Point Of Indonesia (CPI) di Makassar. 

Iya nak, bisa jadi ketika kau membaca surat ini CPI telah berdiri dengan megahnya. Taukah kau nak, pantai losari kembali lagi yang “korban” untuk membangun CPI. Karena untuk mendukung CPI, setidaknya total area laut yang akan direklamasi adalah 150 Ha. Luas bukan nak? Dan bayangkan nak, untuk menutupi daerah seluas itu dibutuhkan material sebanyak 5.000.000 m3!

Ini kita belum berbicara tentang ekosistem mangrove yang akan terancam hilang di enam Kecamatan, karena pembangunan CPI tadi. Atau reklamasi tadi akhirnya menggusur 45 KK yang tinggal di daerah pesisir yang mendiami lahan seluar 10 Ha. Selain itu nak, ternyata reklamasi tadi akhirnya menghilangkan mata pencaharian 456 nelayan!

Banyak hal yang kemudian sebenarnya menjadi masalah dari CPI itu sendiri nak. Secara analisis dampak lingkungan, Reklamasi tadi mempercepat proses pendangkalan daerah rawa di Kecamatan Tamalate, sehingga masyarakat sekitarnnya akan terancam dilanda banjir rob akibat proses reklamasi tadi.

Ketika para penyelenggara negara berdalih CPI didirikan, diperuntukan bagi masyarakat. Ini merupakan kebohongan nak!ingat itu!, Karena jika merujuk pada bangunan peruntukannya di CPI sendiri, akan berdiri kawasan perdagangan dan jasa, pelabuhan, industri, RTH, perkantoran, pergudangan, Energi Centre, Bisnis Global. Artinya kelompok masyarakat kelas yang mana menurut para penyelenggara negara kepadanya diperuntukkan pembangunan CPI kira-kira nak?

Jadi nak, jangan heran jika kalian nanti merasa iri dengan kami, ketika kalian menikmati keindahan proses terbenamnya matahari di Pantai Losari sudah tidak gratis seperti kami saat ini. Atau ketika kalian mendapati rusaknya ekosistem laut disekitar CPI dan berdampak pada 11 Pulau kecil yang berada dalam wilayah kota Makassar.

Selain iri kepada kami, kalian nanti nak, pasti akan miris dengan kami hari ini, dengan atau tanpa sengaja justru hanya berkonstribusi terhadap berbagai kerusakan, disatu sisi justru mengorbankan ingatan kolektif kita tentang Pantai Losari.

Namun Nak, ketika surat ini kami tulis nak, kami tengah berupaya mendesak para penyelenggara negara untuk meninjau kembali gagasan reklamasi yang include dalam megaproyek CPI di Makassar. Walaupun beberapa hari yang lalu, telah ditandatangani kontrak pembangunan CPI oleh KSO Ciputra Yasmin dan PT. Boskalis International Indonesia, tapi kami tetap semangat nak, untuk menyelamatkan pemandangan indah sore hari yang gratis di Pantai Losari.

Sedikit gambaran betapa berat gerakan kami saat ini nak, ketika para pemimpin di Sulawesi Selatan (Sulsel) hanya sibuk berbicara tentang perebutan kursi pada momentum Pilkada Gubernur Sulsel yang akan dilaksanakan tahun depan (2017) atau wacana Bupati yang ingin jadi Raja, kami tetap konsisten melakukan penolakan terhadap Reklamasi Losari Nak!. Konsistensi kami mulai berupa parade poster TOLAK REKLAMASI atau TOLAK CIPUTRA ketika momentum car free day di Sepanjang Jalan Penghibur (Jalan Penghibur berada didepan Anjungan Pantai Losari), hingga diskusi maraton dari kampus ke kampus.

Bisa dibayangkan kan nak?bagaimana kami saat ini yang hidup dizaman dimana pergeseran paradigma sudah merupakan hal yang niscaya. Ketika makna sebuah ruang spasial yang sebelumnya diukur berdasarkan takaran nilai budaya yang sakral pada gilirannya dimaknai berdasarkan nilai jual yang profan. Tapi kami tetap semangat nak, demi kalian dan cucu kami kelak!!

Akhir kata, hari ini kami cuma bisa berucap:

TOLAK REKLAMASI LOSARI!!!

TOLAK CIPUTRA!!!!

MAKASSAR TOLAK REKLAMASI!!!


Yogyakarta, 29 Maret 2016



Disclaimer gambar:
Suasana Pantai Losari tahun 2001, sumber: google.com