Surat Tertutup Untuk Anak-Cucuku Kelak
Dear anak-anakku dan
cucu-cucuku kelak,
Apa kabar nak, semoga
kalian senantiasa dalam keadaan sehat tidak kurang sesuatupun.
Jadi begini nak,
kutuliskan surat ini dengan harapan suatu saat nanti, kalian berdua akan
membaca surat ini, setidaknya memahami kondisi hari ini pada konteks kalian kedepannya.
Kalian tau Kota
Makassar nak?
Iya betul, itu kota
kelahiranku. Kota yang terletak di bagian tengah Indonesia ini, merupakan salah
satu kota yang terkenal dengan berbagai jenis kulinernya, mulai dari coto, sop konro, sop sodara, pisang hijau hingga
pisang epe.
Bukan itu saja nak,
kota makassar sudah terkenal sejak abad ke 16, karena Makassar menjadi salah
satu pusat perdagangan yang dominan di
Indonesia Timur, sekaligus menjadi salah satu kota terbesar di Asia Tenggara.
Selain itu nak, antara
tahun 1971 hingga 1999, nama Makassar pernah diganti dengan nama Ujung Pandang
oleh penguasa pada zaman itu, entah dengan pertimbangan apa.
Makassar hingga kini
merupakan salah satu kota di kawasan timur Indonesia yang tersibuk dan
terpadat. Salah satu buktinya adalah perkembangan jumlah penduduk di kota
Makassar dari tahun ketahun sangat signifikan, tercatat tembus di angka kurang
lebih 20% (BPS-2013).
Makanya nak, jangan
kaget jika suatu saat nanti ketika kalian berkunjung ke kota kelahiranku,
jumlah penduduknya sudah lebih banyak dari sekarang. Di tahun 2013 saja jumlah
penduduk yang kota Makassar sudah mencapai angka 1,6 juta jiwa. Bisa
dibayangkan 10 hingga 20 tahun kedepan.
Dengan jumlah penduduk
yang cenderung bertambah dari hari kehari juga meniscayakan akhirnya sebuah
perkembangan, atau meminjam terminologi para penyelenggara negara yaitu
pembangunan. Kita ambil contoh infrastruktur yang berhubungan dengan ekonomi. Sekarang
saja, jumlah pusat perbelanjaan yang secara arsitektur berupa bangunan tertutup
dengan suhu diatur dan memiliki jalur untuk berjalan yang teratur sehingga
berada diantara toko-toko kecil yang saling berhadapan (Mall) di kota Makassar sudah menyentuh angka sembilan buah. Dan
sudah barang tentu, bukan tidak mungkin akan terus bertambah.
Kembali lagi nak, ini
merupakan keniscayaan dari sebuah konsep modernisasi.
Dan kota Makassar sudah melalui berbagai ciri pokok dari modernisasi tersebut, mulai dari: proses bertahap, homogenisasi, westernisasi, hingga perubahan progresif. Salah satu contoh
modernisasi adalah keberadaan Mall di
kota Makassar, sependek yang saya tahu nak, awalnya mall di makassar hanya ada
2 buah yaitu Makassar Mall dan Maricaya
Mall. Tidak cukup beberapa tahun
kemudian berdiri Mall Ratu Indah, dan
seterusnya.
Disatu sisi nak,
keberadaan mall tadi menjadi penanda
akan peningkatan daya beli masyarakat, namun disisi yang lain sebenarnya hanya
memperteguh relasi kelas sosial yang ada di Kota Makassar. Yang menarik nak,
ketika menurut Brundtland Report dari
PBB-1987 mengatakan konsep sustainable
development (Pembangunan Berkelanjutan) merupakan bagian dari modernisasi, dengan tujuan tidak
mengorbankan atau mengurangi kebutuhan generasi akan datang, iya, generasi
kalian nak. Namun apa yang terjadi nak, mengambil contoh pembangunan mall,
justru hanya menjadikan Makassar langganan banjir dari tahun ke tahun. Disini
lagi titik kontradiksinya nak!
Selain ancaman banjir
tadi, modernisasi kota Makassar juga berdampak pada hilangnya ingatan kolektif kita tentang hal yang
berhubungan dengan Makassar. Untuk konteks modernisasi Makassar, mungkin tidak
berlebihan nak, jika ingatan kita kembali pada Teori Wacana dan Kekuasaan milik
Michel Foucault. Beliau menyatakan konsep kekuasaan yang berbeda dari yang
lain. Menurutnya ciri kekuasaan itu tersebar dan tidak dapat dilokalisasi. Bisa
jadi inilah yang menjadi dasar dari para penyelenggara negara khususnya dari
tingkat pemerintah provinsi Sulawesi Selatan hingga pemerintah kota Makassar.
Tahukah kau nak, salah
satu yang menjadi daya tarik wisatawan baik domestik maupun international untuk
berkunjung ke Makassar adalah keberadaan Pantai Losari dengan bermacam
dagangannya dimalam hari. Saking terkenalnya, konon pantai losari pernah
mendapat predikat tenda terpanjang karena sejauh 2 Km saling sambung
menyambung. Dan beberapa penjual makanan dan minuman di tempat tersebut sangat
terkenal, karena selain nikmat juga tentunya murah.
Walau jumlah pasti
pedagang pada waktu itu tidak sempat kami hitung, namun satu hal yang pasti
nak, pada waktu malam pantai losari jadi meriah layaknya pasar malam, karena
selain pedagang makanan dan minuman pantai losari juga dipenuhi dengan profesi
yang lain, dari pengemen hingga tukang semir sepatu. Namun kini kondisi
tersebut hanya tinggal ceritaku kepadamu nak.
Belakangan, atau
tepatnya tahun 2006, Pantai Losari mengalami perombakan besar-besaran. Mulai
dari dalil mengembalikan fungsi ruang publik hingga penertiban dalam rangka
memperindah bentuk Pantai Losari kemudian dilafazhkan oleh para penyelenggara negara pada waktu
itu. Untuk itu kemudian para pedagang yang tadinya berada di sepanjang pantai
losari, berangsur-angsur dipindahkan ke bagian selatan, atau tepatnya pantai
Laguna.
Oh iya nak, Pantai
Laguna ini kami sebut Taman Gajah, karena disitu, dulunya terdapat taman
bermain yang juga dilengkapi beberapa patung binatang yang sangat mirip dengan
aslinya, baik ukuran maupun bentuk.
Pindahnya mereka
(pedagang makanan dan minuman, serta para pengamen dan lain-lain) ke Pantai
Laguna, hanya memperburuk keadaan mereka secara finansial. Karena bukannya
jumlah pengunjung bertambah justru hanya berkurang berangsur-angsur. Dan sekali
lagi nak, hal ini tidak menjadi perhatian para penyelenggara negara saat ini.
Untuk sekedar kalian
ketahui nak, pantai Losari dulu bagi kami sangat romantis. Karena walau Pantai
Losari tidak seperti pantai kebanyakan yang terkenal dengan pasir putihnya,
Pantai losari menawarkan bentuk romantisme yang lain, yaitu kita bisa menikmati
momentum tenggelamnya matahari (Sunset) di sore hari dengan sempurna.
Namun nak, belum usai
permasalahan relokasi pedagang pantai losari, para penyelenggara negara kembali
lagi melakukan hal yang justru hanya berdampak pada hilangnya ingatan kolektif kita tentang pantai
Losari nantinya. Pembangunan Mega Proyek Center Point Of Indonesia (CPI) di
Makassar.
Iya nak, bisa jadi
ketika kau membaca surat ini CPI telah berdiri dengan megahnya. Taukah kau nak,
pantai losari kembali lagi yang “korban” untuk membangun CPI. Karena untuk
mendukung CPI, setidaknya total area laut yang akan direklamasi adalah 150 Ha. Luas
bukan nak? Dan bayangkan nak, untuk menutupi daerah seluas itu dibutuhkan
material sebanyak 5.000.000 m3!
Ini kita belum
berbicara tentang ekosistem mangrove yang akan terancam hilang di enam
Kecamatan, karena pembangunan CPI tadi. Atau reklamasi tadi akhirnya menggusur
45 KK yang tinggal di daerah pesisir yang mendiami lahan seluar 10 Ha. Selain
itu nak, ternyata reklamasi tadi akhirnya menghilangkan mata pencaharian 456
nelayan!
Banyak hal yang
kemudian sebenarnya menjadi masalah dari CPI itu sendiri nak. Secara analisis
dampak lingkungan, Reklamasi tadi mempercepat proses pendangkalan daerah rawa
di Kecamatan Tamalate, sehingga masyarakat sekitarnnya akan terancam dilanda banjir rob akibat proses reklamasi tadi.
Ketika para
penyelenggara negara berdalih CPI didirikan, diperuntukan bagi masyarakat. Ini
merupakan kebohongan nak!ingat itu!, Karena jika merujuk pada bangunan peruntukannya
di CPI sendiri, akan berdiri kawasan perdagangan dan jasa, pelabuhan, industri,
RTH, perkantoran, pergudangan, Energi Centre, Bisnis Global. Artinya kelompok
masyarakat kelas yang mana menurut para penyelenggara negara kepadanya
diperuntukkan pembangunan CPI kira-kira nak?
Jadi nak, jangan heran
jika kalian nanti merasa iri dengan kami, ketika kalian menikmati keindahan
proses terbenamnya matahari di Pantai Losari sudah tidak gratis seperti kami
saat ini. Atau ketika kalian mendapati rusaknya ekosistem laut disekitar CPI
dan berdampak pada 11 Pulau kecil yang berada dalam wilayah kota Makassar.
Selain iri kepada kami,
kalian nanti nak, pasti akan miris dengan kami hari ini, dengan atau tanpa
sengaja justru hanya berkonstribusi terhadap berbagai kerusakan, disatu sisi
justru mengorbankan ingatan kolektif kita tentang Pantai Losari.
Namun Nak, ketika surat
ini kami tulis nak, kami tengah berupaya mendesak para penyelenggara negara
untuk meninjau kembali gagasan reklamasi yang include dalam megaproyek
CPI di Makassar. Walaupun beberapa hari yang lalu, telah ditandatangani kontrak
pembangunan CPI oleh KSO Ciputra Yasmin dan PT. Boskalis International
Indonesia, tapi kami tetap semangat nak, untuk menyelamatkan pemandangan indah
sore hari yang gratis di Pantai Losari.
Sedikit gambaran betapa
berat gerakan kami saat ini nak, ketika para pemimpin di Sulawesi Selatan
(Sulsel) hanya sibuk berbicara tentang perebutan kursi pada momentum Pilkada Gubernur
Sulsel yang akan dilaksanakan tahun depan (2017) atau wacana Bupati yang ingin
jadi Raja, kami tetap konsisten melakukan penolakan terhadap Reklamasi Losari
Nak!. Konsistensi kami mulai berupa parade poster TOLAK REKLAMASI atau TOLAK
CIPUTRA ketika momentum car free day
di Sepanjang Jalan Penghibur (Jalan Penghibur berada didepan Anjungan Pantai
Losari), hingga diskusi maraton dari kampus ke kampus.
Bisa dibayangkan kan
nak?bagaimana kami saat ini yang hidup dizaman dimana pergeseran paradigma
sudah merupakan hal yang niscaya. Ketika makna sebuah ruang spasial yang
sebelumnya diukur berdasarkan takaran nilai budaya yang sakral pada gilirannya
dimaknai berdasarkan nilai jual yang profan. Tapi kami tetap semangat nak, demi
kalian dan cucu kami kelak!!
Akhir kata, hari ini kami cuma bisa berucap:
TOLAK REKLAMASI
LOSARI!!!
TOLAK CIPUTRA!!!!
MAKASSAR TOLAK
REKLAMASI!!!
Yogyakarta, 29
Maret 2016
Disclaimer gambar:
Suasana Pantai Losari tahun 2001, sumber: google.com