Reklamasi dan Kesehatan

Juni 20, 2016 Mashuri Mashar S.KM 0 Comments



Perkembangan kota Makassar belakangan ini sangat siginifikan, salah satu faktor penyebabnya adalah karena kota Makassar sudah terkenal sejak dulu kala. Setidaknya nama Makassar sudah tertuang dalam lebaran syair 14 (4) dan (5) Kitab Negarakertagama karangan PRAPANCA (1364) sebagai Daerah ke-VI Kerajaan Majapahit di Sulawesi.

Kota seluas 175,8 Km2 dengan jumlah penduduk 1,7 juta jiwa (Dinas Kependudukan 2013), memang memiliki daya tarik tersendiri. Selain karena kota Makassar juga memiliki berbagai paganan khas bagi pecinta kuliner, letaknya juga yang dengan sendirinya menjadi pintu gerbang perkembangan Indonesia Timur. Hal ini tentunya diikuti oleh para penyelenggara negara khususnya tingkatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan hingga Pemerintah Kota Makassar dengan berbagai bentuk pembangunan.

Setelah Makassar berjuluk kota sejuta Mall, menyusul sedemikian massifnya pembangunan pusat perbelanjaan setingkat mall yang dibangun disana, Makassar belakangan mendapat julukan Kota Macet. Menurut pantauan penulis sejak awal 2000-an jumlah pusat perbelanjaan dalam hal ini Mall di kota Makassar menunjukkan angka yang siginifikan. Selain itu peningkatan jumlah kendaraan yang memenuhi lalulintas di kota Makassar juga semakin membludak.

Belakangan ini, masyarakat kota Makassar dihebohkan kembali dengan rencana para penyelenggara negara untuk membangun sebuah Istana Negara di Timur Indonesia. Rancana ini dikenal dengan nama Center Point of Indonesia (CPI). Setidaknya sejak tahun 2009 informasi ini senantiasa bergulir. Makin kesini, megaproyek CPI hanya memberi kesan negatif kepada masyarakat kota Makassar.

Karena megaproyek CPI ternyata menjadi salah satu kawasan bisnis yang paling bernilai jual tinggi. Selain itu CPI nantinya akan dibangun di kawasan Pantai Losari, dalam artian akan terjadi Reklamasi Pantai Losari secara besar-besaran. Disinilah titik persoalannya bagi penulis, mengingat Pantai Losari sendiri merupakan bagian dari sejarah panjang kota Makassar. Selain itu ini bukan kali pertama penyelenggara negara untuk berupaya merombak Pantai Losari.
  
Setelah sebelumnya para penyelenggara negara melakukan perombakan pantai losari dengan dalih meningkatkan volume ruang publik, yang disaat bersamaan mengorbankan para pedagang di sepanjang patai Losari, kali ini para penyelenggara negara kembali ingin melakukan perombakan di bagian yang lain Pantai Losari untuk alasan pembangunan.
*
PENCEMARAN UDARA

Ini masih tentang persoalan raklamasi pantai losari yang tengah dilaksanakan oleh KSO Ciputra Yasmin dan PT. Boskalis International. Namun kali ini saya melihat dampak reklamasi dari segi kesehatan. Berdasarkan informasi yang dilapangan, Reklamasi Pantai di Makassar, setidaknya akan membutuhkan material padat untuk menimbun sebanyak 5 juta hingga 22 juta kubik timbunan. Ini bukan tanpa sebab, mengingat luasan yang menjadi target dari megaproyek ini sendiri sebesar 157 Ha.

Jika betul jumlah material yang akan dikerahkan sebanyak itu, bisa dibayangkan kemudian bagaimana intensitas lalulintas kendaraan yang akan lalulalang disekitar lokasi tersebut. Ini belum berbicara tentang jumlah polutan yang akan bertebaran di langit Makassar akibat aktifitas penimbunan itu sendiri. Setidaknya ada 41089 KK yang tersebar di kecamatan Tamalate, Kecamatan Mariso, dan Kecamatan Ujung Pandang terancam akan polusi udara tersebut.

Sebagai ilustrasi, berdasarkan data SAMSAT Kota Makassar tahun 2014, persentasi peningkatan jumlah kendaraan tiap tahunnya mencapai angka 2-5 %. Ini artinya akan berdampak pada peningkatan dengan jumlah polusi udara dari lalulintas kendaraan bermotor di Kota Makassar. Hubungannya, karena lokasi Reklamasi Pantai Losari merupakan daerah yang padat penghuni (Rumah Tangga), otomatis asap buangan kendaraan pengangkut material timbunan memberi sumbangsih yang signifikan terhadap pencemaran udara di 3 kecamatan tersebut.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Makassar penyebabkan kematian tertinggi adalah asthma (Profil Kesehatan Kota Makassar 2013). Artinya status ini akan semakin dipertahankan dengan tetap bersikukuhnya para pengembang CPI untuk melakukan proses Reklamasi Pantai Losari. Atau untuk lebih spesifik pada tahun 2013 pada 10 penyakit utama di Kota Makassar, Infeksi Saluran Pernafasan bagian Atas( ISPA) dan Batuk menempati urutan pertama dan kedua (Profil Kesehatan Kota Makassar tahun 2013)

Jika pengembang Reklamasi berdalih akan memberlakukan pengalihan lalulintas kendaraan pengangkut material, ini tetap saja tidak dengan serta merta mampu mencegah jumlah Karbon Monoksida(CO2), Nitrogen Oksida(NOx), Belerang Oksida (SOx), Hidrokarbon (HC), dan atau Partikel lain yang bertebaran diudara Kota Makassar.

Atau pengembang bisa kembali berdalih, bahwa masyarakat sekitar yang berpotensi terpapar akan pencemaran akan direlokasi ke tempat yang aman. Masalahnya kemudian tidak sesederhana itu, mengingat tempat mereka saat ini juga berhubungan dengan ekonomi keluarga. Artinya tindakan relokasi tanpa diikuti dengan sebuah konsekuensi ekonomi yang sepadan adalah sebuah tindakan sewenang-wenang.

Ini bukan persoalan ganti rugi (saja), namun ini lebih pada kondisi yang lebih berdaya secara ekonomi seperti lokasi mereka sebelum di relokasi.

ROB DAN PERMASALAHANNYA
Kita kembali pada persoalan kesehatan tadi. Selain ancaman pencemaran udara, salah satu ancaman yang akan dialami oleh masyarakat disekitar pantai losari pasca Reklamasi adalah banjir rob. Rob atau banjir air laut yang diakibatkan meluapnya air laut juga menjadi ancaman sendiri bagi pamukiman di beberapa kecamatan sekitar pantai losari, terutama pemukiman di kecamatan Tamalate.

Rob yang mengancam masyarakat kota Makassar, terutama di sekitar daerah megaproyek Reklamasi tadi disebabkan oleh semakin berkurangnya penghambat intrusi air laut karena hilangnya ekosistem mangrove, terutama di Kecamatan Tamalate, Kecamatan Mariso, Kecamatan Ujung Tanah, Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Tallo, Kecamatan Tamalanrea. Selain itu juga dengan jumlah material timbunan yang besar secara pelan tapi pasti hanya mengurangi daerah resapan itu sendiri.

Bagi kesehatan, ROB akhirnya berdampak pada ketersediaan air bersih. Sehingga masyarakat kota Makassar, khususnya di kecamatan-kecamatan yang mengalami dampak langsung Reklamasi akan terancam mengalami berbagai penyakit infeksi saluran pencernaan, seperti demam Tifoid, Kolera, Disentri, serta diare nonspesifik. Dan untuk masyarakat awam kesemuanya iti dikenal dengan istilah Muntah Berak (Muntaber).

Sedikit gambaran, berdasarkan data dinas kesehatan kota Makssar di tahun 2013 hanya 40% dari total kasus diare untuk wilayah kerja Puskesmas Tamalate yang mampu ditangani oleh Tanaga Kesehatan (Profil Kesehatan Kota Makassar 2013). Artinya jumlah penderita diare di kecamatan tersebut bisa jadi semakin bertambah walau keterbatasan jumlah tenaga kesehatan masih mejadi masalah dalam hubungannya dengan megaproyek CPI itu sendiri.

Selain ancaman penyakit saluran pencernaan, masyarakat juga terancam penyakit kulit akibat kurangnya sumber air bersih. Terutama pascabanjir, masyarakat terancam mengalami penyakit seperti demam, sakit kepala, mengigil, lemah, muntah, disertai nyeri otot terutama betis. Untuk kategori terakhir ini masih belum bisa dipastikan jenis penyakit apa yang mengancam.
**
Selain persoalan pencemaran udara dan dampak buruk akibat Rob, pelaksanaan megaproyek CPI juga menyisakan masalah pencemaran suara (Kebisingan) yang mengancam masyarakat sekitar. Hal ini menjadi nyata mengingat besarnya jumlah material yang akan digunakan dalam upaya menimbun areal seluas 157 Ha, akan berbanding lurus dengan peningkatan arus kendaran pengangkut material yang lalu lalang disekitar kota Makassar.

Untuk itu, tidak ada satupun pembenaran yang bisa digunakan oleh para penyelenggara negara dalam rangka melakuan Reklamasi Losari. Karena ketika dalih ruang publik yang dikedepankan oleh para penyelenggara negara, menurut hemat penulis, Provinsi Sulawesi Selatan bukan hanya kota Makassar saja. Artinya pemerataan letak tata ruang bagi masyarakat yang perlu dipertimbangkan.


Dalam artian apakah ruang untuk pembangunan CPI hanya yang tersedia di pantai Losari, atau kenapa tidak para penyelenggara negara mencari lokasi lain yang letaknya didaratan untuk membangun CPI sehingga Reklamasi Losari jadi Terhindar.



Disclaimer gambar:
Aksi Demonstrasi Penolakan Reklamasi Losari, Sumber:Google.com