Reklamasi dan Kesehatan
Perkembangan kota Makassar belakangan ini sangat siginifikan, salah satu faktor penyebabnya adalah karena kota Makassar sudah terkenal sejak dulu kala. Setidaknya nama Makassar sudah tertuang dalam lebaran syair 14 (4) dan (5) Kitab Negarakertagama karangan PRAPANCA (1364) sebagai Daerah ke-VI Kerajaan Majapahit di Sulawesi.
Kota
seluas 175,8 Km2 dengan jumlah penduduk 1,7 juta jiwa (Dinas Kependudukan
2013), memang memiliki daya tarik tersendiri. Selain karena kota Makassar juga
memiliki berbagai paganan khas bagi pecinta kuliner, letaknya juga yang dengan
sendirinya menjadi pintu gerbang perkembangan Indonesia Timur. Hal ini tentunya
diikuti oleh para penyelenggara negara khususnya tingkatan Pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan hingga Pemerintah Kota Makassar dengan berbagai bentuk
pembangunan.
Setelah
Makassar berjuluk kota sejuta Mall, menyusul sedemikian massifnya pembangunan
pusat perbelanjaan setingkat mall yang dibangun disana, Makassar belakangan
mendapat julukan Kota Macet. Menurut pantauan penulis sejak awal 2000-an jumlah
pusat perbelanjaan dalam hal ini Mall di kota Makassar menunjukkan angka yang
siginifikan. Selain itu peningkatan jumlah kendaraan yang memenuhi lalulintas
di kota Makassar juga semakin membludak.
Belakangan
ini, masyarakat kota Makassar dihebohkan kembali dengan rencana para
penyelenggara negara untuk membangun sebuah Istana Negara di Timur Indonesia.
Rancana ini dikenal dengan nama Center Point of Indonesia (CPI). Setidaknya
sejak tahun 2009 informasi ini senantiasa bergulir. Makin kesini, megaproyek
CPI hanya memberi kesan negatif kepada masyarakat kota Makassar.
Karena
megaproyek CPI ternyata menjadi salah satu kawasan bisnis yang paling bernilai
jual tinggi. Selain itu CPI nantinya akan dibangun di kawasan Pantai Losari,
dalam artian akan terjadi Reklamasi Pantai Losari secara besar-besaran.
Disinilah titik persoalannya bagi penulis, mengingat Pantai Losari sendiri
merupakan bagian dari sejarah panjang kota Makassar. Selain itu ini bukan kali
pertama penyelenggara negara untuk berupaya merombak Pantai Losari.
Setelah
sebelumnya para penyelenggara negara melakukan perombakan pantai losari dengan
dalih meningkatkan volume ruang publik, yang disaat bersamaan mengorbankan para
pedagang di sepanjang patai Losari, kali ini para penyelenggara negara kembali
ingin melakukan perombakan di bagian yang lain Pantai Losari untuk alasan
pembangunan.
*
PENCEMARAN UDARA
Ini masih
tentang persoalan raklamasi pantai losari yang tengah dilaksanakan oleh KSO
Ciputra Yasmin dan PT. Boskalis International. Namun kali ini saya melihat
dampak reklamasi dari segi kesehatan. Berdasarkan informasi yang dilapangan,
Reklamasi Pantai di Makassar, setidaknya akan membutuhkan material padat untuk
menimbun sebanyak 5 juta hingga 22 juta kubik timbunan. Ini bukan tanpa sebab,
mengingat luasan yang menjadi target dari megaproyek ini sendiri sebesar 157
Ha.
Jika
betul jumlah material yang akan dikerahkan sebanyak itu, bisa dibayangkan
kemudian bagaimana intensitas lalulintas kendaraan yang akan lalulalang
disekitar lokasi tersebut. Ini belum berbicara tentang jumlah polutan yang akan
bertebaran di langit Makassar akibat aktifitas penimbunan itu sendiri. Setidaknya
ada 41089 KK yang tersebar di kecamatan Tamalate, Kecamatan Mariso, dan
Kecamatan Ujung Pandang terancam akan polusi udara tersebut.
Sebagai
ilustrasi, berdasarkan data SAMSAT Kota Makassar tahun 2014, persentasi
peningkatan jumlah kendaraan tiap tahunnya mencapai angka 2-5 %. Ini artinya
akan berdampak pada peningkatan dengan jumlah polusi udara dari lalulintas
kendaraan bermotor di Kota Makassar. Hubungannya, karena lokasi Reklamasi
Pantai Losari merupakan daerah yang padat penghuni (Rumah Tangga), otomatis
asap buangan kendaraan pengangkut material timbunan memberi sumbangsih yang
signifikan terhadap pencemaran udara di 3 kecamatan tersebut.
Berdasarkan
data Dinas Kesehatan Kota Makassar penyebabkan kematian tertinggi adalah asthma
(Profil Kesehatan Kota Makassar 2013). Artinya status ini akan semakin
dipertahankan dengan tetap bersikukuhnya para pengembang CPI untuk melakukan
proses Reklamasi Pantai Losari. Atau untuk lebih spesifik pada tahun 2013 pada
10 penyakit utama di Kota Makassar, Infeksi Saluran Pernafasan bagian Atas(
ISPA) dan Batuk menempati urutan pertama dan kedua (Profil Kesehatan Kota
Makassar tahun 2013)
Jika
pengembang Reklamasi berdalih akan memberlakukan pengalihan lalulintas
kendaraan pengangkut material, ini tetap saja tidak dengan serta merta mampu
mencegah jumlah Karbon Monoksida(CO2), Nitrogen Oksida(NOx), Belerang Oksida
(SOx), Hidrokarbon (HC), dan atau Partikel lain yang bertebaran diudara Kota
Makassar.
Atau
pengembang bisa kembali berdalih, bahwa masyarakat sekitar yang berpotensi
terpapar akan pencemaran akan direlokasi ke tempat yang aman. Masalahnya
kemudian tidak sesederhana itu, mengingat tempat mereka saat ini juga
berhubungan dengan ekonomi keluarga. Artinya tindakan relokasi tanpa diikuti
dengan sebuah konsekuensi ekonomi yang sepadan adalah sebuah tindakan
sewenang-wenang.
Ini
bukan persoalan ganti rugi (saja), namun ini lebih pada kondisi yang lebih
berdaya secara ekonomi seperti lokasi mereka sebelum di relokasi.
ROB DAN PERMASALAHANNYA
Kita
kembali pada persoalan kesehatan tadi. Selain ancaman pencemaran udara, salah
satu ancaman yang akan dialami oleh masyarakat disekitar pantai losari pasca
Reklamasi adalah banjir rob. Rob atau banjir air laut yang diakibatkan
meluapnya air laut juga menjadi ancaman sendiri bagi pamukiman di beberapa
kecamatan sekitar pantai losari, terutama pemukiman di kecamatan Tamalate.
Rob
yang mengancam masyarakat kota Makassar, terutama di sekitar daerah megaproyek
Reklamasi tadi disebabkan oleh semakin berkurangnya penghambat intrusi air laut karena hilangnya
ekosistem mangrove, terutama di Kecamatan Tamalate, Kecamatan Mariso, Kecamatan
Ujung Tanah, Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Tallo, Kecamatan Tamalanrea.
Selain itu juga dengan jumlah material timbunan yang besar secara pelan tapi
pasti hanya mengurangi daerah resapan itu sendiri.
Bagi
kesehatan, ROB akhirnya berdampak pada ketersediaan air bersih. Sehingga
masyarakat kota Makassar, khususnya di kecamatan-kecamatan yang mengalami
dampak langsung Reklamasi akan terancam mengalami berbagai penyakit infeksi
saluran pencernaan, seperti demam Tifoid, Kolera, Disentri, serta diare
nonspesifik. Dan untuk masyarakat awam kesemuanya iti dikenal dengan istilah
Muntah Berak (Muntaber).
Sedikit
gambaran, berdasarkan data dinas kesehatan kota Makssar di tahun 2013 hanya 40%
dari total kasus diare untuk wilayah kerja Puskesmas Tamalate yang mampu
ditangani oleh Tanaga Kesehatan (Profil Kesehatan Kota Makassar 2013). Artinya
jumlah penderita diare di kecamatan tersebut bisa jadi semakin bertambah walau
keterbatasan jumlah tenaga kesehatan masih mejadi masalah dalam hubungannya
dengan megaproyek CPI itu sendiri.
Selain
ancaman penyakit saluran pencernaan, masyarakat juga terancam penyakit kulit
akibat kurangnya sumber air bersih. Terutama pascabanjir, masyarakat terancam
mengalami penyakit seperti demam, sakit kepala, mengigil, lemah, muntah,
disertai nyeri otot terutama betis. Untuk kategori terakhir ini masih belum
bisa dipastikan jenis penyakit apa yang mengancam.
**
Selain
persoalan pencemaran udara dan dampak buruk akibat Rob, pelaksanaan megaproyek
CPI juga menyisakan masalah pencemaran suara (Kebisingan) yang mengancam
masyarakat sekitar. Hal ini menjadi nyata mengingat besarnya jumlah material
yang akan digunakan dalam upaya menimbun areal seluas 157 Ha, akan berbanding
lurus dengan peningkatan arus kendaran pengangkut material yang lalu lalang
disekitar kota Makassar.
Untuk
itu, tidak ada satupun pembenaran yang bisa digunakan oleh para penyelenggara
negara dalam rangka melakuan Reklamasi Losari. Karena ketika dalih ruang publik
yang dikedepankan oleh para penyelenggara negara, menurut hemat penulis,
Provinsi Sulawesi Selatan bukan hanya kota Makassar saja. Artinya pemerataan
letak tata ruang bagi masyarakat yang perlu dipertimbangkan.
Dalam
artian apakah ruang untuk pembangunan CPI hanya yang tersedia di pantai Losari,
atau kenapa tidak para penyelenggara negara mencari lokasi lain yang letaknya
didaratan untuk membangun CPI sehingga Reklamasi Losari jadi Terhindar.
Disclaimer gambar:
Aksi Demonstrasi Penolakan Reklamasi Losari, Sumber:Google.com