CEMBURU ITU....
Belum cukup satu purnama sejak
pertemuan kala itu, ternyata api cemburu sudah begitu menggejala diantara
mereka. Cemburu, bukan tanpa alasan, masing-masing dari mereka menganggap salah
satu pihak sedang menghianati hubungan diantara keduanya. Walau jika ditelisik
lebih jauh, kecemburuan jenis ini hanya bagian dari reaksi sayang yang sering
membuncah dalam bentuk dan kadar yang berbeda. Tapi, entahlah. Namun begitu,
tetap saja rasa cemburu itu begitu mengganggu, setidaknya bagi diri yang dilain
pihak sudah berusaha setia dengan idealisme dan gagasan yang disepakati
sebelumnya.
Ini bukan cerita tentang dinamika
hubungan antara tokoh Cinta dan Rangga dalam bentuk hayalan untuk kelanjutan
film Ada Apa Dengan Cinta berikutnya. Namun, sekali lagi, ini tentang PERSAKMI
yang kemarin telah usai dengan kegiatan RAKERNAS-nya. Pasca RAKERNAS kemarin,
ternyata PERSAKMI kembali coba sedikit “digelitik” dengan hembusan issue
PERSAKMI telah memecahbelah SKM di Indonesia. inipun akhirnya memicu reaksi yang
berbeda dari berbagai pihak. Bagi saya, digelitik itu merupakan kecemburan yang
berbeda dalam kadar tertentu.
Jauh hari sebelum PERSAKMI
melakukan RAKERNAS VI, ditempat yang berbeda telah dilaksanakan pertemuan
Asosiasi Perguruan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia. Pertemuan ini sendiri
membahas permasalahan yang berhubungan dengan kurikulum yang akan diberlakukan
di FKM seluruh Indonesia. Walau kegiatan tersebut sendiri juga akhirnya tidak
diikuti oleh PERSAKMI, namun tingkat keseriusan dari kegiatan yang dilaksanakan
di Padang tersebut bisa dilihat dari beberapa hal yang dilahirkan.
Misalnya, 8 Kompetensi dasar yang
diharapkan menjadi bagian dari calon SKM ketika menyelesaikan studinya. Melalui
8 kompetensi tersebut diharapkan seorang SKM mampu menjadi seorang profesional.
Namun begitu, disatu sisi, bentuk seorang SKM profesional yang diharapkan masih
sedemikian kaburnya- jika kata tidak ada sejatinya harus dihindari. Ada beberapa
penyebab dari hal ini yang secara panjang kali lebar sudah coba saya jelaskan disini dengan segala keterbatasan saya juga tentunya.
Persoalannya kemudian adalah, setelah mereka-dalam hal ini pihak yang tidak secara pasif- terlibat dalam penentuan segi profesionalisme SKM, justru bisa jadi, mereka jugalah yang kemudian terjebak dalam kecemburuan yang membuncah tadi. Dan semoga ini hanya syak prasangka kami saja, semoga. Sebagai catatan, saya lebih menyukai menggunakan kata cemburu dibandingkan kata mengganggu jika diperhadapkan dalam kondisi dampak dari isi pernyataan yang kurang lebih berbunyi: “ PERSAKMI memecahbelah SKM”.
Karena ini adalah bentuk dari sebuah
kecemburuan, bagaimana harusnya kita –SKM yang tergabung dalam PERSAKMI-
menanggapi hal tersebut. Kali ini saya menawarkan beberapa pilihan untuk itu. Namun
bukan bermaksud untuk mengajak mereka –pihak tadi- untuk kemudian vis a vis yang lebih cenderung kepada
kekerasan. Karena kekerasan selamanya
hanya berdampak buruk pada peradaban itu sendiri.
Yang pertama, kita bisa
menanggapi kecemburuan tersebut dengan melakukan introspeksi terhadap PERSAKMI.
Sepertihalnya sepasang muda-mudi yang
sedang dimadu kasih, ketika ada satu pihak yang sedang cemburu, bisa jadi
karena dia sedang menarik perhatian pasangannya. Makanya diperlukan untuk
melakukan introspeksi. Tapi untuk muda-mudi yang belum memiliki pasangan ini
tidak berlaku, karena kiasan ini terlalu menyiksa, eh, maksud saya sulit
dibayangkan, bukan?plis, jangan paksa
diri anda untuk itu.
Lanjut, melalui instrospeksi
tadi, akhirnya pasangan tersebut bisa saling berbicara dari hati ke hati. Setidaknya,
baik pihak yang sedang dibakar api cemburu, maupun yang sedang dicemburui
saling terbuka antara satu dengan yang lain.
Hal ini juga bisa dilakukan oleh
PERSAKMI sebagai sebuah organisasi SKM. Dengan akhirnya “memaksa” diri untuk
introspeksi, setidaknya gagasan PERSAKMI Rumah SKM justru semakin dipertegas. Dalam
artian, untuk organisasi seperti PERSAKMI yang sebenarnya masih terbilang muda,
seharusnya kembali mempertanyakan beberapa hal yang berhubungan dengan peran
PERSAKMI terhadap SKM itu sendiri. misalnya, sejauh mana PERSAKMI mengambil
bagian secara aktif dalam upaya meningkatkan segala hal positif/kebaikan yang
berhubungan dengan SKM di masyarakat.
Atau, bisa juga, dengan
dicemburui akhirnya SKM se-Indonesia menjadi terkonsolidasi sedemikian
bagusnya. Ini juga sebenarnya penting, selain karena dengan pemilihan jargon
RUMAH SKM, dimana terminologi Rumah adalah tempat bernaung yang memberikan
perlindungan, juga akhirnya kita tidak bisa menutup mata akan kondisi beberapa
daerah yang belum memiliki Pengurus Daerah PERSAKMI. Dan disinilah juga
pentingnya sebuah kondisi Introspeksi yang berujung penguatan konsolidasi.
Hal kedua yang bisa dilakukan
untuk menanggapi ketika dicemburui adalah mempertanyakan eksistensi hubungan
tersebut. Kembali pada analogi cemburu pada sebuah hubungan muda-mudi, secara
bersamaan terkadang rasa cemburu itu juga muncul pada kondisi yang tidak tepat.
Sebagai contoh, seseorang yang cemburu pada orang lain yang bukan menjadi
pasangannya ketika sedang menjalani proses pernikahan.
Secara umum, rasa tidak ada yang
salah dengan rasa cinta walau akhirnya berakhir dengan kecemburuan. Namun letak
kekeliruannya terletak pada seberapa maksimal usaha dari orang yang sedang
dibakar api cemburu tersebut dalam memperjuangkan rasa cinta tadi. Dengan asumsi
bahwa rasa cinta tersebut adalah sebuah hal yang suci, sori bukan maksud saya
untuk membahas cinta yang bagi sebagian orang adalah hal yang remeh-temeh,
namun sekali lagi ini hanya sebuah analogi.
Karena jika dihubungkan dengan PERSAKMI
dicemburui aktifitas yang melibatkan SKM, bukankah ini adalah aktualisasi
kepemilikan tersirat cinta?. Dalam artian, pihak yang cemburu terhadap PERSAKMI
, merasa sebegitu mencintai SKM, sehingga beranggapan hanya mereka yang berhak
atas SKM itu sendiri. Untuk kondisi ini, ada dua kelemahannya. Pertama, apakah
SKM yang menjadi bagian dari pihak tadi sudah merasa mewakili SKM diseluruh
Indonesia, sehingga kecemburuan terhadap SKM yang tergabung dalam PERSAKMI
wajar adanya?.
Kelemahan kedua, pantaskah
kecemburuan terhadap PERSAKMI dilontarkan oleh pihak yang bisa jadi kebetulan
ada kata-kata kesehatan masyarakatnya didalamnya, sedangkan disatusisi dari
segi penamaan saja bisa jadi sangat berbeda dengan PERSAKMI, kalaupun ada
kesamaan, paling tidak hanya kata kesehatan masyarakat (saja).
Kembali pada pantaskah rasa
cemburu tadi, bagi saya, PERSAKMI
seharusnya mengambil sikap mendiamkan saja. Dalam artian, ketika kita
(PERSAKMI) membiarkan kecemburuan tersebut secara sepihak, setidaknya PERSAKMI
mendapatkan kesempatan untuk dipromosikan secara tidak langsung oleh mereka.
Dan yang terakhir, setelah
melakukan introspeksi dan menakar tingkat kepantasan rasa cemburu pihak lain,
PERSAKMI bisa akhirnya tertawa melihat mereka. Setidaknya ada tiga alasan,
kenapa rasa cemburu pihak tadi pantas ditertawakan. Pertama, terlihat jelas
kepanikan dari mereka terhadap tingkat soliditas SKM yang dari hari-kehari
semakin terjaga serta menuju kearah yang positif.
Alasan kedua, pihak yang cemburu
tadi, hanya memperlihatkan tingkat produktifitas yang sengat menyedihkan,
karena ditengah kondisi bahwa derajat kesehatan masyarakat semakin hari semakin
tidak menjadi lebih baik, justru mereka hanya sibuk mempersoalkan PERSAKMI
sebagai organisasi. Sehingga mereka menjadi gamang membedakan antara, tujuan
dan alat dalam rangka turut serta mengambil peran untuk mengatasi masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia.
Dan alasan ketiga, dengan
mencemburui PERSAKMI, justru menjadikan nama PERSAKMI semakin mengambil tempat
tersendiri. Setidaknya ini bisa jadi sebuah nilai tambah bagi organisasi yang
memiliki jam terbang sedikit, atau dengan kata lain masih muda. Karena itulah,
rasa cemburu ini menjadi sedemikian lucunya.
*
Akhir kata, tulisan ini muncul,
sekali lagi tidak untuk memposisikan PERSAKMI berhadap-hadapan dengan pihak
yang cemburu tadi. Tulisan ini muncul, niatannya untuk melihat dari sisi yang
berbeda terhadap ocehan yang mengatakan PERSAKMI sudah memecahbelah SKM. Karena
jika mau jujur, bagi saya PERSAKMI sebagai organisasi, selain tempat
berkumpulnya SKM yang memiliki idealisme yang sama, juga hanya merupakan alat
dan bukannya tujuan.
Karena PERSAKMI hanya adalah
alat, sudah selayaknya kita mempergunakan alat masing-masing untuk turut serta
mengambil peran secara aktif dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Karena
saya tetap percaya, bahwa sebagai tenaga kesehatan, yang menjadi tujuan adalah
peningkatan derajat kesehatan masyarakat itu sendiri.