Tampilkan postingan dengan label PERSAKMI. Tampilkan semua postingan

SOEKARNO S.KM


Mumpung Agustus dengan semangat perjuangan para pejuang berpuluh dekade yang lalu belum meninggalkan kita, sehingga membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan isu tersebut tentunya belum bisa dikatakan sebagai sesuatu yang usang. Dan dari sekian banyak tokoh pejuang paling berpengaruh dalam rangka merebut kemerdekaan, yang mencapai puncak pada bulan Agustus tahun 1945, sosok Soekarno merupakan salah satu di dalamnya.

Terlepas dari segala bentuk kontroversi laku beliau, tentunya kita tidak bisa menutup mata pada berbagai peran intelektual beliau yang juga justru berpengaruh besar pada proses menuju kemerdekaan Republik ini. Taruhlah contoh, sebuah karya monumental pertama beliau; Islamisme, Nasionalisme, dan Marxisme. Melalui karya tersebut, Soekarno muda akhirnya menemukan patron sendiri untuk menuju bentuk Republik Indonesia yang masih diangan-angan sebelumnya.

Dan menariknya, beliau bukan berlatar belakang pendidikan politik atau bahkan tata negara. Dia hanya alumni pendidikan sarjana sipil, bung.

Nah, mumpung sekarang masih bulan Agustus, dan di satu sisi kita kenal Soekarno sebagai salah satu sosok yang paling berpengaruh di Republik ini, mari kita berandai-andai, jika Soekarno adalah seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).

Merombak Naskah Proklamasi

Berhubung berlatarbelakang Kesehatan Masyarakat, tentunya beliau berkepentingan memasukkan isu kesehatan dalam naskah Proklamasi. Untuk itu tentunya beliau memerlukan energi yang tidak sedikit. Dan energi itu awalnya akan disalurkan para proses meyakinkan dua orang yang turut serta secara aktif dalam penyusunan naskah usulan proklamasi, Moh. Hatta, dan Ahmad Soebardjo. Berbeda dengan posisi sebagai alumni Sarjana Sipil, ketika beliau memiliki latar belakang sebagai SKM, setidaknya, alasan untuk memasukkan isu kesehatan dalam naskah usulan Proklamasi menjadi sangat kuat. Minimal sebuah pembenaran dari beliau ialah pembelajaran dari pola kebijakan yang dilakukan oleh pemerintahan Inggris pasca Perang Dunia II.

Walau perdebatan panjang diantara ketiga tokoh bangsa tadi akhirnya menjadi tidak terhindar dengan masukkan isu kesehatan dalam naskah usulan Proklamasi. Namun begitu, dengan memasukkan isu kesehatan di dalam naskah proklamasi, kita akhirnya bisa berharap banyak pada arah kebijakan pemerintahan Republik ini kedepannya.

Setelah mampu meyakinkan Moh. Hatta dan Ahmad Soebardjo untuk memasukkan isu kesehatan, tantangan selanjutnya terletak pada pengetikan naskah usulan untuk menjadi sebuah naskah jadi yang akan dibacakan dalam keesokan harinya. Tentunya, kemampuan negosiasi Bung Besar kembali diuji untuk hal yang satu ini, terutama terhadap Bung Sayoeti Melik, seperti yang kita ketahui bersama tentang sosok bung yang satu ini. Walau dalam kadar yang berbeda, tetap membutuhkan negosiasi untuk sekedar mempertahankan gagasan masuknya isu kesehatan dalam naskah monumental tersebut. Selain itu, negosiasi juga tetap dibutuhkan dalam rangka memandang sebagai seorang manusia yang utuh pada siapapun yang terlibat dalam proses peletakan fondasi awal berdirinya Republik ini.
Akhirnya naskah proklamasi akan berbunyi seperti berikut:

P R O K L A M A S I

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia

Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoesaan, pembangoenan kesehatan masjarakat, d.l.l, diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, Hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia

Soekarno / Hatta



Merombak Pembukaan UUD 1945

Setelah berhasil memasukkan isu kesehatan masyarakat dalam naskah proklamasi, sebagai seorang SKM yang bertanggung jawab terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat pasca kemerdekaan pada Republik yang dibidaninya, tentunya tugas Bung Besar belum selesai. Lagi-lagi ini ada hubungannya dengan posisi tawar Bung Besar sebagai Presiden Pertama tentunya.

Dan momentum yang bisa digunakan adalah pada semakin alotnya perdebatan pada rapat pleno PPKI pada keesokan harinya, alih-alih menengahi pertentangan kaum nasionalis dan kaum agama, hal ihwal perubahan pembukaan UUD 1945 juga bisa digunakan untuk memasukkan isu kesehatan masyarakat. Dengan tetap tidak merubah konteks sebenarnya, dan cukup menambahkan isu kesehatan masyarakat.

Berbeda dengan kondisi ketika memasukkan isu kesehatan masyarakat dalam naskah proklamasi, Bung Besar akhirnya “terpaksa” menaikkan tingkatnya kemampuan negosiasi, dan ini jelas sekali berhubungan dengan tingkat keragaman orang-orang yang lebih kompleks pada suasana rapat pleno PPKI tanggal 18 Agustus 1945.

Setelah melalui perdebatan yang alot, dan tanpa meninggalkan usulan Ki Bagus Hadikusumo untuk menghilangkan dua kalimat “ menurut dasar”, akhirnya disepakati masuknya kalimat :” ...dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang berkelanjutan...” dalam pembukaan UUD 1945 yang akhirnya diberlakukan seterusnya.

Arah Kebijakan Kesehatan Masyarakat

Karena kedua dokumen penting Republik tadi sudah memasukkan isu kesehatan masyarakat, atau dengan meminjam bahasa hari ini mengarusutamakan pembangunan kesehatan masyarakat, tentunya wajib hukumnya untuk menjadikannya lebih aplikatif sifatnya dalam masa pasca proklamasi.

Bung Besar bisa mulai dengan mengatasi permasalah klasik pelayanan kesehatan masyarakat, yaitu : kualitas layanan dan pemerataan. Tidak bisa dipungkiri untuk konteks Indonesia pasca masa penjajahan, satu-satunya harapan mengatasi permasalahan kesehatan masyarakat hanya tertumpu pada keberadaan STOVIA. Untuk itu, sebagai sebuah negara yang baru merdeka, Bung Besar berkewajiban memikirkan hal tersebut, ambil contoh menasionalisasi STOVIA. Ini tentunya tetap dilakukan sambil tetap berjuang mempertahankan eksistensi sebuah negara baru merdeka yang untuk konteks saat itu, yang mana “gangguan” pihak asing baik dipengaruhi geopolitik setelah perang dunia kedua atau karena negara asing tadi masih mengalami Post Power Syndrome.

Perlu saya tambahkan, kenapa langkah untuk “mengambil alih” Stovia ini menjadi penting, ini tidak lepas dari permasalahan kesehatan masyarakat yang terjadi di Republik ini di awal abad 20, misalnya penyebaran wabah Pes, dan lain-lain. Selain itu, bisa saya bayangkan, ketika Bung Besar mengambil alih STOVIA, pendekatan pengobatan dan rehabilitatif akhirnya tidak menjadi dominan dalam mengatasi masalah kesehatan masyarakat. Dan ketika diakumulasikan, Lambat laun, ini akan berdampak dengan arah kebijakan kesehatan hari ini.

*

Namun apa daya, untung tak dapat diraih rugi tak dapat ditolak, karena Bung Besar hanya berlatar belakang Sarjana Sipil, dan sejak pra hingga pasca kemerdekaan, masalah kesehatan hanya berparadigma sakit. Makanya, jangan heran ketika membaca lembar sejarah kesehatan masyarakat, bentuk penanganan terhadap wabah Pes di sebagian besar masyarakat Jawa pada masa sebelum tahun 50-an masih lebih banyak bersifat kuratif dan sedikit (sekali bahkan) menggunakan pendekatan preventif.

Sehingga jangan heran jika hari ini, atau tepatnya ketika mendengar pembacaan nota keuangan APBN 2017, alokasi anggaran kesehatan masih jauh dari yang diharapkan, hanya 58 T atau hanya 2,5 % dari total APBN, tentunya tidak  sesuai dengan UU No.36 Tahun 2009 yang sebesar 5 % dari total APBN. Dan ini kita belum berbicara tentang efektivitas serapan alokasi anggaran kesehatan yang sudah sangat kecil itu.


Ah, ini Indonesia, Bung!!!semuanya bisa terjadi, termasuk kami masih terbiasa saling memangsa sesama!!!tidak terkecuali para rekan sejawat TENAGA KESEHATANNYA....

KAMI TAU HARUS BAGAIMANA BUNG!!!

  
   Kita bertanya :
                             Kenapa maksud baik tidak selalu berguna
          Kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga
                                          Orang berkata : “Kami punya maksud baik”
                                                              Dan kita bertanya : “Maksud baik saudara untuk siapa ?”
Sajak: Pertemuan Mahasiswa- Rendra (1977)


Kami tersentak, sekaligus terhenyak, mendadak tersebar melalui viral, secarik resep obat yang sedikit aneh. Ini aneh, bukan karena jenis obat yang dituliskan merupakan varian obat palsu. Atau bukan juga karena obat tersebut sudah memakan korban jiwa. Namun, karena resep obat tersebut dikeluarkan oleh seseorang; atau sebut saja oknum yang memiliki latar belakang Sarjana Kesehatan Masyarakat. Walau bagi masyarakat awam, kata obat dianggap setali dengan kesehatan itu sendiri, jadi sekilas ini bagi mereka biasa-biasa saja.

Namun bagi kami, laku oknum tersebut bukan hal yang lumrah atau lebih tepatnya merupakan bentuk khianat tugas dari seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat. Alasannya, karena dengan adanya kata masyarakat diakhir gelar kesarjanaan itu sendiri, mengisyaratkan lingkup kerja kami adalah kumpulan individu-individu di dalam masyarakat, dan disaat bersamaan selembar resep obat hanya bekerja pada satu individu (saja). Meskipun kejadian tersebut masih perlu sebuah kajian mendalam, minimal latar belakang sehingga muncul “inisiatif” dari oknum SKM tadi.

Bahwa kemudian “inisiatif” oknum tadi merupakan sebuah bentuk kekeliruan yang fatal, kami dengan tegas menyatakan setuju, walau begitu kami juga menolak jika kemudian masalah ini membuat kalian semakin menganggap komitmen persatuan kami yang dilandasi sebuah idealisme merupakan sebuah ruang hampa tanpa penghuni. Karena bagi kami, kalian juga sebenarnya sangat membutuhkan kami, dan itu kalian malu untuk mengakuinya.

Perlu kami tegaskan disini, inisiatif oknum tadi sebenarnya tidak berdiri sendiri. Setidaknya, bisa jadi ini merupakan sebuah fenomena gunung es, yang muncul hanya satu dua kasus saja, dan sebenarnya lebih banyak kejadian di masyarakat seperti itu. Misalnya, bisa jadi oknum tadi sehingga akhirnya berinisiatif untuk menulis sebuah resep obat, sebenarnya karena diperhadapkan pada dua kondisi yang saling berhubungan, pertama, karena pengetahuan dasar yang dimiliki oleh oknum tadi sebelum menjadi SKM, bisa jadi berprofesi sebagai perawat atau bidan, dan yang kedua, karena angka kunjungan fasilitas kesehatan tempat oknum tadi bertugas mengalami jumlah kunjungan yang membludak. Tentunya kita masih ingat bagaimana jumlah pasien di Puskesmas Majalaya Baru, Kabupaten Bandung.

Mungkin kalian merasa sebagai pihak yang paling dirugikan atas inisiatif dari oknum tadi, sepertihalnya kami seringkali merasa dirugikan ketika kalian dalam kesadaran penuh berusaha dengan sungguh-sungguh membajak ruang lingkup kerja kami di lain pihak. Sehingga rasa kecewa kalian, kami bisa pahami, jadi jangan khawatir.

Terlepas dari kejadian kemarin dimana inisiatif oknum tadi yang kesannya menyandera ruang lingkup kerja kalian dan atau ruang lingkup kerja kami yang kalian juga sering bajak, setidaknya kejadian ini membuka mata masing-masing dari kita.

Misalnya, tidakkah pernah kalian bertanya kepada kami, tentang seberapa besarnya kekecewaan kami terhadap kalian yang dengan kesadaran penuh berusaha membajak ilmu kesehatan masyarakat. Dan dengan kejadian ini pun membuat kami tersadar bahwa antara kami dan kalian ternyata memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Sebagai contoh, kami yang merupakan hasil reproduksi kalian, akhirnya dari muasalnya terbuka untuk masuknya dari berbagai latar belakang keilmuan. Bukankah ini salah satu bukti bahwa jika jenis aliran darah yang mengalir dalam tubuh kami awalnya merupakan pembauran dan tidak murni. Ini kita belum berbicara antara kami dan kalian sebenarnya hanya berhubungan secara kebetulan dan bukan murni hubungan genetika.

Atau, kemudian, kami bertanya, kenapa kalian hingga saat ini belum jemu untuk terus mengurusi kami, sedangkan jika mau jujur, kami sudah bukan seperti seorang anak ingusan yang masih banyak bergantung sama orang tua yang sebenarnya berstatus orang tua angkat. Bukan maksud kami untuk durhaka dan melupakan amalan baik kalian terhadap kami, namun sekali lagi ini soalnya pada jati diri kami sesungguhnya.

Contoh lain, yang masih juga terjadi beberpa waktu lalu, ketika kalian menuduh kami memecahbelah. Bukankah ini contoh lain dari bentuk kepanikan kalian, dan secara tidak sadar menjadi seperti laku cinta monyet sepasang muda-mudi dimana cemburu menjadi menu setiap saat diantara mereka. Jadi, apa sebenarnya yang membuat kalian pantas untuk menceburui kami, wahai puan dan tuan sekalian. Entoh, kami merupakan produk kalian beberapa puluh tahun silam.

Kami juga akhirnya mampu dalam membiakkan diri dengan atau tanpa kalian sebenarnya. Ataukah kalian akhirnya sadar bahwa kami ini hanya seperti seperti bahan percobaan yang belakangan ternyata mengalami mutasi genetika. Dan itu sebenarnya diluar perkiraan kalian. Ayolah bung, nasi sudah jadi bubur, kami sudah berbiak, dan tinggal menunggu waktu kami kemudian menjadi lebih kuat dari sekarang. Maksud kami, karena nasi sudah jadi bubur, dan supaya itu bisa tetap menarik untuk dimakan, mungkin biarkan kami mencari beberapa jenis sayur dan sepotong ayam, agar nasi yang sudah berubah jadi bubur tadi bisa menjadi lebih menarik.

Akhirnya, tanpa bermaksud membenarkan laku khianat oknum diatas, kami juga ingin mempertegas dengan kalian, biarkanlah Kami Ber(l)a(n)gam dan Kalian M(e)ono(n)ton, itu saja!!! Karena pelan tapi pasti pada ujung cerita jati diri kami akan semakin kokoh dan ini bukan merupakan bentuk dari mutasi genetika. Karena KAMI TAU HARUS BAGAIMANA BUNG!!! Dan maksud baik sodara untuk siapa??



CEMBURU ITU....


Belum cukup satu purnama sejak pertemuan kala itu, ternyata api cemburu sudah begitu menggejala diantara mereka. Cemburu, bukan tanpa alasan, masing-masing dari mereka menganggap salah satu pihak sedang menghianati hubungan diantara keduanya. Walau jika ditelisik lebih jauh, kecemburuan jenis ini hanya bagian dari reaksi sayang yang sering membuncah dalam bentuk dan kadar yang berbeda. Tapi, entahlah. Namun begitu, tetap saja rasa cemburu itu begitu mengganggu, setidaknya bagi diri yang dilain pihak sudah berusaha setia dengan idealisme dan gagasan yang disepakati sebelumnya.

Ini bukan cerita tentang dinamika hubungan antara tokoh Cinta dan Rangga dalam bentuk hayalan untuk kelanjutan film Ada Apa Dengan Cinta berikutnya. Namun, sekali lagi, ini tentang PERSAKMI yang kemarin telah usai dengan kegiatan RAKERNAS-nya. Pasca RAKERNAS kemarin, ternyata PERSAKMI kembali coba sedikit “digelitik” dengan hembusan issue PERSAKMI telah memecahbelah SKM di Indonesia. inipun akhirnya memicu reaksi yang berbeda dari berbagai pihak. Bagi saya, digelitik itu merupakan kecemburan yang berbeda dalam kadar tertentu.

Jauh hari sebelum PERSAKMI melakukan RAKERNAS VI, ditempat yang berbeda telah dilaksanakan pertemuan Asosiasi Perguruan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia. Pertemuan ini sendiri membahas permasalahan yang berhubungan dengan kurikulum yang akan diberlakukan di FKM seluruh Indonesia. Walau kegiatan tersebut sendiri juga akhirnya tidak diikuti oleh PERSAKMI, namun tingkat keseriusan dari kegiatan yang dilaksanakan di Padang tersebut bisa dilihat dari beberapa hal yang dilahirkan.

Misalnya, 8 Kompetensi dasar yang diharapkan menjadi bagian dari calon SKM ketika menyelesaikan studinya. Melalui 8 kompetensi tersebut diharapkan seorang SKM mampu menjadi seorang profesional. Namun begitu, disatu sisi, bentuk seorang SKM profesional yang diharapkan masih sedemikian kaburnya- jika kata tidak ada sejatinya harus dihindari. Ada beberapa penyebab dari hal ini yang secara panjang kali lebar sudah coba saya jelaskan disini dengan segala keterbatasan saya juga tentunya.

Persoalannya kemudian adalah, setelah mereka-dalam hal ini pihak yang tidak secara pasif- terlibat dalam penentuan segi profesionalisme SKM, justru bisa jadi, mereka jugalah yang kemudian terjebak dalam kecemburuan yang membuncah tadi. Dan semoga ini hanya syak prasangka kami saja, semoga. Sebagai catatan, saya lebih menyukai menggunakan kata cemburu dibandingkan kata mengganggu jika diperhadapkan dalam kondisi dampak dari isi pernyataan yang kurang lebih berbunyi: “ PERSAKMI memecahbelah SKM”.

Karena ini adalah bentuk dari sebuah kecemburuan, bagaimana harusnya kita –SKM yang tergabung dalam PERSAKMI- menanggapi hal tersebut. Kali ini saya menawarkan beberapa pilihan untuk itu. Namun bukan bermaksud untuk mengajak mereka –pihak tadi- untuk kemudian vis a vis yang lebih cenderung kepada kekerasan. Karena kekerasan selamanya hanya berdampak buruk pada peradaban itu sendiri.

Yang pertama, kita bisa menanggapi kecemburuan tersebut dengan melakukan introspeksi terhadap PERSAKMI. Sepertihalnya  sepasang muda-mudi yang sedang dimadu kasih, ketika ada satu pihak yang sedang cemburu, bisa jadi karena dia sedang menarik perhatian pasangannya. Makanya diperlukan untuk melakukan introspeksi. Tapi untuk muda-mudi yang belum memiliki pasangan ini tidak berlaku, karena kiasan ini terlalu menyiksa, eh, maksud saya sulit dibayangkan, bukan?plis, jangan paksa diri anda untuk itu.

Lanjut, melalui instrospeksi tadi, akhirnya pasangan tersebut bisa saling berbicara dari hati ke hati. Setidaknya, baik pihak yang sedang dibakar api cemburu, maupun yang sedang dicemburui saling terbuka antara satu dengan yang lain.

Hal ini juga bisa dilakukan oleh PERSAKMI sebagai sebuah organisasi SKM. Dengan akhirnya “memaksa” diri untuk introspeksi, setidaknya gagasan PERSAKMI Rumah SKM justru semakin dipertegas. Dalam artian, untuk organisasi seperti PERSAKMI yang sebenarnya masih terbilang muda, seharusnya kembali mempertanyakan beberapa hal yang berhubungan dengan peran PERSAKMI terhadap SKM itu sendiri. misalnya, sejauh mana PERSAKMI mengambil bagian secara aktif dalam upaya meningkatkan segala hal positif/kebaikan yang berhubungan dengan SKM di masyarakat.

Atau, bisa juga, dengan dicemburui akhirnya SKM se-Indonesia menjadi terkonsolidasi sedemikian bagusnya. Ini juga sebenarnya penting, selain karena dengan pemilihan jargon RUMAH SKM, dimana terminologi Rumah adalah tempat bernaung yang memberikan perlindungan, juga akhirnya kita tidak bisa menutup mata akan kondisi beberapa daerah yang belum memiliki Pengurus Daerah PERSAKMI. Dan disinilah juga pentingnya sebuah kondisi Introspeksi yang berujung penguatan konsolidasi.

Hal kedua yang bisa dilakukan untuk menanggapi ketika dicemburui adalah mempertanyakan eksistensi hubungan tersebut. Kembali pada analogi cemburu pada sebuah hubungan muda-mudi, secara bersamaan terkadang rasa cemburu itu juga muncul pada kondisi yang tidak tepat. Sebagai contoh, seseorang yang cemburu pada orang lain yang bukan menjadi pasangannya ketika sedang menjalani proses pernikahan.

Secara umum, rasa tidak ada yang salah dengan rasa cinta walau akhirnya berakhir dengan kecemburuan. Namun letak kekeliruannya terletak pada seberapa maksimal usaha dari orang yang sedang dibakar api cemburu tersebut dalam memperjuangkan rasa cinta tadi. Dengan asumsi bahwa rasa cinta tersebut adalah sebuah hal yang suci, sori bukan maksud saya untuk membahas cinta yang bagi sebagian orang adalah hal yang remeh-temeh, namun sekali lagi ini hanya sebuah analogi.

Karena jika dihubungkan dengan PERSAKMI dicemburui aktifitas yang melibatkan SKM, bukankah ini adalah aktualisasi kepemilikan tersirat cinta?. Dalam artian, pihak yang cemburu terhadap PERSAKMI , merasa sebegitu mencintai SKM, sehingga beranggapan hanya mereka yang berhak atas SKM itu sendiri. Untuk kondisi ini, ada dua kelemahannya. Pertama, apakah SKM yang menjadi bagian dari pihak tadi sudah merasa mewakili SKM diseluruh Indonesia, sehingga kecemburuan terhadap SKM yang tergabung dalam PERSAKMI wajar adanya?.   

Kelemahan kedua, pantaskah kecemburuan terhadap PERSAKMI dilontarkan oleh pihak yang bisa jadi kebetulan ada kata-kata kesehatan masyarakatnya didalamnya, sedangkan disatusisi dari segi penamaan saja bisa jadi sangat berbeda dengan PERSAKMI, kalaupun ada kesamaan, paling tidak hanya kata kesehatan masyarakat (saja).

Kembali pada pantaskah rasa cemburu tadi,  bagi saya, PERSAKMI seharusnya mengambil sikap mendiamkan saja. Dalam artian, ketika kita (PERSAKMI) membiarkan kecemburuan tersebut secara sepihak, setidaknya PERSAKMI mendapatkan kesempatan untuk dipromosikan secara tidak langsung oleh mereka.

Dan yang terakhir, setelah melakukan introspeksi dan menakar tingkat kepantasan rasa cemburu pihak lain, PERSAKMI bisa akhirnya tertawa melihat mereka. Setidaknya ada tiga alasan, kenapa rasa cemburu pihak tadi pantas ditertawakan. Pertama, terlihat jelas kepanikan dari mereka terhadap tingkat soliditas SKM yang dari hari-kehari semakin terjaga serta menuju kearah yang positif.

Alasan kedua, pihak yang cemburu tadi, hanya memperlihatkan tingkat produktifitas yang sengat menyedihkan, karena ditengah kondisi bahwa derajat kesehatan masyarakat semakin hari semakin tidak menjadi lebih baik, justru mereka hanya sibuk mempersoalkan PERSAKMI sebagai organisasi. Sehingga mereka menjadi gamang membedakan antara, tujuan dan alat dalam rangka turut serta mengambil peran untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.

Dan alasan ketiga, dengan mencemburui PERSAKMI, justru menjadikan nama PERSAKMI semakin mengambil tempat tersendiri. Setidaknya ini bisa jadi sebuah nilai tambah bagi organisasi yang memiliki jam terbang sedikit, atau dengan kata lain masih muda. Karena itulah, rasa cemburu ini menjadi sedemikian lucunya.

*

Akhir kata, tulisan ini muncul, sekali lagi tidak untuk memposisikan PERSAKMI berhadap-hadapan dengan pihak yang cemburu tadi. Tulisan ini muncul, niatannya untuk melihat dari sisi yang berbeda terhadap ocehan yang mengatakan PERSAKMI sudah memecahbelah SKM. Karena jika mau jujur, bagi saya PERSAKMI sebagai organisasi, selain tempat berkumpulnya SKM yang memiliki idealisme yang sama, juga hanya merupakan alat dan bukannya tujuan.


Karena PERSAKMI hanya adalah alat, sudah selayaknya kita mempergunakan alat masing-masing untuk turut serta mengambil peran secara aktif dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Karena saya tetap percaya, bahwa sebagai tenaga kesehatan, yang menjadi tujuan adalah peningkatan derajat kesehatan masyarakat itu sendiri.

Golongan Penyusup pada RAKERNAS VI PERSAKMI

Ilustrasi


Mungkin belum terlambat untuk mengucapkan selamat ber-RAKERNAS untuk PERSAKMI. Organisasi yang berisikan para Sarjana Kesehatan Masyarakat yang tersebar diseluruh Indonesia ini melaksanakan Rapat Kerja Nasional yang ke 6 pada tahun ini. Pelaksanaannyapun mengusung tema yang serius: “ Urgensi Menyusun Road Map Pendidikan Profesi Kesehatan Masyarakat Tahun 2016”. Dari segi susunan kata dalam tema tersebut mengandung sikap optimisme akan status PERSAKMI kedepannya sebagai satu-satunya wadah yang dengan bangganya mengakui (hanya) berisi Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Kali ini, bukan susunan kata demi kata yang termaktub dalam tema Rakernas tersebut yang menarik perhatian saya, selain karena tingkat kepercayaan saya terhadap tim penyusun yang sudah melewati beberapa kali kajian yang mendalam untuk kondisi SKM hari ini, juga karena segi optimisme yang terkandung didalamnya yang bagi saya patut diapresiasi secara tulus. Namun saya tertarik dengan beberapa tagar yang tersebar di linimasa sosial media ketika dihubungkan dengan eksistensi organisatoris orang-orang yang ber-swafoto ria di depan x-banner kegiatan atau spanduk kegiatan itu.

Dari beberapa tagar yang beredar, tagar yang menarik perhatian saya adalah PersakmiRumahSKM. Tagar ini ini seakan mengisyaratkan kepada kita, khususnya pemilik gelar SKM diseluruh Indonesia, pernah (minimal merasa) tidak memiliki rumah/wadah. Nah, pertanyaannya kemudian, selama SKM belum memiliki atau minimal menyadari bahwa Persakmi adalah Rumah/wadah mereka yang sah, kemanakah selama ini SKM bernaung. Kenyataannya ada banyak jawaban untuk itu, misalnya kemudian masing-masing SKM  menjadi bagian anggota dari kelompok alumni khusus FKM untuk masing-masing kampus di Indonesia, atau paling sial akhirnya berbaur dengan organisasi  yang mengusung tema kumpulan Ahli Kesehatan Masyarakat atau yang sejenis.

Sial, karena ternyata SKM berusaha menyatu dengan siapapun dan dengan yang memiliki latar belakang keilmuan apapun dalam organisasi tadi hanya karena semuanya menganggap ikut serta dalam upaya kesehatan masyarakat, dan itu, pelan tapi pasti bisa saja menggerus eksistensi seorang Sarjana Kesehatan Masyarakat, baik kemurnian ilmu kesehatan masyarakat maupun fokus dan lokus dari kesehatan masyarakat itu sendiri.

Pertanyaanya lagi, bagaimana dengan reaksi orang-orang yang baik secara sadar maupun tidak masih bergabung dalam organisasi itu terhadap realitas hari ini bahwa SKM sudah memiliki rumah yang sah bernama PERSAKMI. Bagi saya, orang-orang tadi yang baik secara sadar maupun tidak masih bergabung di organisasi tersebut dan memilih ikut serta dalam RAKERNAS PERSAKMI tahun ini dikategorikan sebagai PENYUSUP.

Jika dibayangkan PERSAKMI sebagai sebuah rumah, kiranya tidak keliru jika secara jujur kita akui rumah ini masih terlalu dini untuk dikatakan sebagai rumah yang sempurna (rumah=wadah) dalam sudut pandang apapun. Salah satunya, misalnya,  karena umur dari rumah ini sendiri yang masih terlalu muda jika dibandingan dengan rumah yang sejenis untuk kalangan tenaga profesional kesehatan lainnya. Juga karena rumah ini, sebelumnya masih sering mengalami pemugaran demi pemugaran (baca: gonta-ganti struktur, persoalan eksistensi organisasi, dll). Namun, jika kita melihat itu (pemugaran demi pemugaran) sebagai bagian dari niatan mencapai bentuk rumah yang lebih sempurna, kiranya tidak mengapa.

Kembali ke para Penyusup tadi. Sebagai sebuah rumah, wajar menurut saya jika ada saja pihak baik perseorangan maupun kelompok yang kurang berkenan dengan semakin jelasnya keberadaan PERSAKMI secara kelembagaan dari masa ke masa. Selain karena akhirnya PERSAKMI dianggap sebagai ancaman bagi organisasi tersebut yang kebetulan sejenis, juga karena semakin meningkatnya optimisme SKM terhadap PERSAKMI itu sendiri. Dan ini merupakan salah satu dari sekian banyak alasan untuk menyusup di RAKERNAS PERSAKMI, selain alasan salah dua, salah tiga, dan seterusnya tentu saja.

Secara garis besar, ada beberapa golongan Penyusup pada RAKERNAS PERSAKMI yang bisa jadi turut hadir tahun ini, diantaranya:

PENYUSUP Penggembira

Golongan pertama ini adalah golongan yang masuk kategori selemah-lemahnya Penyusup. Karena berstatus sebagai penggembira, mereka kemudian tidak punya targetan apapun yang terkait PERSAKMI kedepannya, apa lagi pada RAKERNAS-nya. Selain itu Penyusup golongan ini kebanyakan menjadi Penyusup karena terjebak. Dalam artian, ketika mereka pulang dari acara RAKERNAS, tidak ada sedikitpun yang berubah dari sudut pandangnya terhadap PERSAKMI. Karena kenyataanya, di tempat mereka berasal, PERSAKMI tidak se-eksis di tempat lain.

Atau dengan kata lain, keberadaan PERSAKMI tidak memberi pengaruh apa-apa terhadap kondisi kerja mereka selama ini, dan justru organisasi lain yang berlabel kelompok ahli kesehatan masyarakat-lah atau sejenisnya yang lebih berpengaruh di tempat asal mereka. Pada kondisi inilah mereka mengalami keterjebakan, karena disatu-sisi lingkungan kerja mereka selama ini hanya mengakui organisasi tadi dan bukan PERSAKMI, akhirnya “memaksa” mereka baik individu maupun kelompok untuk bergabung didalamnya.

Sehingga ketika ada momentum RAKERNAS PERSAKMI, kalaupun dipaksakan memiliki target, bagi mereka RAKERNAS PERSAKMI hanyalah sebagai ajang kumpul-kumpul dan temu alumni SKM lainnya, baik yang berasal dari satu institusi/kampus, atau bahkan hanya dalam rangka mempererat hubungan emosional antara sesama SKM.

PENYUSUP Moderat

Berbeda dengan kelompok golongan sebelumnya, golongan ini paling tidak memiliki beberapa targetan dalam keikutsertaannya di RAKERNAS PERSAKMI. Minimal mereka yang masuk dalam golongan ini, ketika berada ditengah-tengah peserta RAKERNAS PERSAKMI, berusaha mengidentifikasi kuantitas dari anggota PERSAKMI yang tersebar di Seluruh Indonesia. Ini tentu saja masih berhubungan dengan organisasi lain yang berlabel kelompok ahli kesehatan masyarakat tadi atau yang sejenis.

Selain itu, keanggotaan kelompok Penyusup ini pada organisasi tersebut sudah masuk dalam keadaan sadar. Selain karena didorong sikap yang oportunis, juga keanggotaan mereka pada organisasi diatas lebih erat hubungannya dengan jabatan mereka hari ini di masing-masing instansi pemerintah tempat mereka berasal. Namun begitu, niatan untuk identifikasi kuantitas anggota PERSAKMI pada RAKERNAS masih ada hubungannya dengan kemungkinan golongan ini untuk beralihatau berpidah keangotaan dan lebih aktif di PERSAKMI nantinya.

Dengan kata lain, golongan ini senantiasa berparadigma abu-abu (antara hitam-putih) dalam rangka menilai organisasi apapun itu bentuknya. Salah satu penyebab dari cara pandang kelompok ini menjadi demikian ialah traumatik yang berkepanjangan ketika masih menjadi mahasiswa dan memiliki kesempatan untuk aktif dalam lembaga kemahasiswaan. Bisa jadi pengalaman traumatik ini berhubungan dengan kekecewaan yang pernah dialami dalam bentuk apapun.

PENYUSUP Garis Keras

Golongan ketiga ini adalah golongan yang paling kritis dalam melihat segala hal. Selain karena mereka-mereka ini sudah sedemikian jauhnya terlibat didalam organisasi selain PERSAKMI seperti organisasi yang berlabel kelompok ahli kesehatan masyarakat tadi atau yang sejenis, juga karena mereka ingin melihat PERSAKMI semakin jauh dari rasa optimisme dan akhirnya mati dengan sendirinya.

Berangkat dari niatan tersebutlah mereka kemudian hadir dalam RAKERNAS PERSAKMI. Dan untuk itu berbagai upaya mereka lakukan demi mendapat selembar mandat dalam rangka mewakili PERSAKMI cabang yang berasal dari daerah tempat dimana mereka berasal. Sejurus dengan itu, sambil mengasah daya kritis mereka terhadap organisasi sesungguhnya dalam rangka memberikan masukan yang bersifat membangun sehingga lebih mudah untuk “menyerang” PERSAKMI baik secara langsung maupun tidak langsung.

Karena RAKERNAS PERSAKMI kali ini juga mengagendakan pelantikan pengurus PERSAKMI yang berasal dari beberapa DPD atau DPC yang berasal dari seluruh Indonesia, bisa jadi golongan ini juga mengkondisikan masuknya mereka dalam susunan pengurus inti DPD maupun DPC PERSAKMI yang akan dilantik tersebut. Kondisi ini bisa dipahami dalam rangka turut serta berperan aktif dalam merusak organisasi PERSAKMI yang berada di masing-masing daerah di Indonesia.

PENYUSUP Pokemon-Go

Salah satu permainan online dan hanya bisa di mainkan pada perangkat seluler yang berbasis augmented-reality ini sejak peluncurannya sudah diunduh sebanyak 30 Juta kali. Dan menariknya jumlah ini jauh lebih banyak dari pengguna aktif harian untuk jenis sosial media manapun. Permainan besutan John Hanke ini akhirnya menciptkan kehebohan sendiri.

Nah, hubungannya dengan RAKERNAS PERSAKMI terletak pada niatan awal dari masing-masing peserta sebelum mengikuti kegiatan tersebut. Maksud saya, bisa jadi diantara seluruh peserta RAKERNAS PERSAKMI yang berasal dari perwakilan DPD dan atau DPC seluruh Indonesia itu, ada saja pihak atau orang-orang yang berusaha menunggangi kegiatan tersebut untuk mewujudkan keinginan melengkapi jenis pokemon yang didapatkan atau yang dikoleksi. Salah satunya mungkin karena masih berstatus trainer kelompok beginner dalam permainan Pokemon-Go.

Disinilah status Penyusup dilekatkan kepada mereka. Karena keikutsertaan mereka memiliki latarbelakang berganda dan bukannya berangkat dari tujuan utama untuk melihat PERSAKMI lebih maju kedepannya serta berangkat dari rasa optimisme yang mulai menguat antara SKM itu sendiri.
Hasilnya, bisa dibayangkan, untuk golongan Penyusup ini lebih banyak meninggalkan kegiatan-kegiatan inti dari RAKERNAS PERSAKMI demi mencari jenis-jenis pokemon untuk ditaklukkan/di-trainer. Dan dengan begitu, tanpa disadari, mereka juga memberikan kontribusi aktif terhadap kemunduran dari PERSAKMI. Makanya mereka masuk dalam kategori Penyusup.
*
Akhir kata, tentunya besar harapan kita, dari semua yang hadir dalam RAKERNAS PERSAKMI ke 6 tahun ini tidak ada satupun yang berstatus sebagai Penyusup. Jikapun ada, semoga mereka cepat atau lambat menyadari, bahwa sebuah tindakan sia-sia kiranya kemudian membendung optimisme yang terbangun dari kami para pemiliki gelar SKM itu sendiri. Apalagi jika itu kemudian berangkat dari anggapan bahwa PERSAKMI akan mati dengan sendirinya.

Karena walau umur PERSAKMI masih tergolong muda, setidaknya dengan optimisme yang terbangun hari ini melalui kegiatan demi kegiatan yang menyatukan kami akhirnya memberi gambaran seberapa kuatnya persatuan yang tercipta diatara kami. Dan bukankah hanya SKM-lah yang paling pantas berbicara tentang SKM itu sendiri, ini juga termasuk hanya SKM yang pantas menentukan nasibnya sendiri.


WAHAI SKM BERSATULAH!!!

SKM BERSATU TAK TERKALAHKAN!!!